Tanjung Redeb – Pembangunan Gedung Walet RSUD dr. Abdul Rivai yang baru saja difungsikan sebagai Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada Kamis (25/9) menuai sorotan tajam dari publik Berau. Proyek yang menghabiskan anggaran sebesar Rp70 miliar untuk pembangunan fisik dan Rp35 miliar untuk pengadaan alat kesehatan, dengan total Rp105 miliar, dipertanyakan kelayakannya.
Sejumlah warga menilai anggaran jumbo tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan kesehatan. Antrean pasien di ruang tunggu masih mendapat sorotan, fasilitas dinilai belum memadai, dan pelayanan kesehatan belum merata.
Selain itu, muncul keluhan terkait dugaan tunggakan pembayaran jasa tenaga kesehatan (nakes) hingga pelunasan peralatan medis? Kondisi ini semakin menimbulkan keraguan publik terhadap keuangan RSUD dr. Abdul Rivai apakah dalam kondisi sehat? Publik menunggu penjelasan dari pimpinan RSUD Abdul Rivai, agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.
Dugaan markup anggaran mencuat karena biaya pembangunan RSUD Abdul Rivai dinilai jauh lebih besar dibanding rumah sakit serupa di daerah lain. Publik pun menuding proyek ini sarat kepentingan dan minim transparansi.
“Dana Rp70 miliar itu bukan angka kecil. Ditambah Rp35 miliar untuk alkes, total Rp105 miliar. Tapi kondisi layanan masih dinilai kurang memadai, Wajar publik curiga ada penyimpangan,” ujar salah seorang Tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Serta menegaskan, bahwa pembangunan rumah sakit dengan anggaran besar seharusnya berorientasi pada peningkatan pelayanan kesehatan, bukan sekadar proyek mercusuar yang megah tapi minim manfaat.
Dan mendesak aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung dan KPK, segera turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana publik dalam pembangunan RSUD Abdul Rivai.
“Uang rakyat harus digunakan sebaik-baiknya untuk pelayanan kesehatan, bukan untuk praktik kotor yang mencederai amanah rakyat,” tegas warga lainnya.
Dengan dana mencapai Rp105 miliar, publik kini menanti pembuktian: apakah Gedung Walet RSUD dr. Abdul Rivai benar-benar mampu meningkatkan mutu layanan darurat, atau justru menjadi catatan kritis baru dalam pengelolaan anggaran kesehatan di Kabupaten Berau.***
Tim DK.















