Berau, Kaltim – Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2023 mengungkap dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau. Audit menemukan kerugian daerah, pemborosan anggaran, hingga kesalahan administrasi yang merugikan negara miliaran rupiah. Namun, hingga kini publik mempertanyakan tindak lanjut aparat penegak hukum yang dinilai belum bertindak tegas. Sabtu, 27/9/2025.
BPK menuntut pengembalian dana sebesar Rp5,28 miliar akibat berbagai penyimpangan. Ironisnya, jumlah uang yang sudah dikembalikan justru mencapai Rp8,09 miliar, yang menunjukkan skala permasalahan jauh lebih besar.
Temuan itu meliputi:
Kerugian daerah, akibat kekurangan volume pada proyek pembangunan gedung, jalan, dan irigasi, serta tidak diterapkannya denda keterlambatan pada 53 paket pekerjaan di tiga OPD.
Ketidakhematan, berupa pembayaran gaji dan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) kepada pihak yang tidak berhak, serta pembayaran BPJS Jaminan Kesehatan Daerah berdasarkan data lama.
Kesalahan administrasi, antara lain pertanggungjawaban perjalanan dinas di 18 OPD yang janggal, honorarium tim pelaksana yang melanggar aturan, hingga anggaran belanja modal dan barang/jasa di 19 OPD yang tidak tepat sasaran.
Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) disebut terlibat langsung, meski BPK tidak menyebut nama pejabat atau pihak yang harus menanggung konsekuensi hukum. Hal inilah yang menimbulkan keresahan masyarakat, karena publik menilai ada unsur kesengajaan, bukan sekadar kelalaian.
Warga Berau meluapkan kekecewaan atas lemahnya penegakan hukum.
“Meskipun uangnya dikembalikan sebagian, ini bukan unsur tidak sengaja. Ini jelas kesengajaan. Seharusnya mereka yang bertanggung jawab dipecat,” ungkap seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Kekhawatiran publik kian memuncak karena pengembalian dana dianggap solusi instan tanpa efek jera.
Hingga kini, belum ada kejelasan apakah aparat penegak hukum akan menindaklanjuti temuan BPK ke ranah pidana. Padahal, laporan ini dirilis sejak 2023 dan sudah menunjukkan adanya kerugian nyata bagi negara.
Masalah ini berakar pada lemahnya sistem pengawasan internal di Pemkab Berau serta minimnya keberanian penegak hukum dalam menjerat oknum pejabat daerah.
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang berulang kali diterima Pemkab Berau pun dipertanyakan validitasnya, karena ternyata tidak mencerminkan kondisi keuangan yang benar-benar bersih.
Jika aparat penegak hukum hanya membiarkan praktik pengembalian dana sebagai jalan keluar, maka indikasi penyimpangan bisa terus berulang setiap tahun. Hal ini berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum maupun pemerintah daerah.
Pengembalian dana semestinya tidak menghentikan proses hukum. Aparat penegak hukum harus segera turun tangan, melakukan penyelidikan mendalam, dan memastikan adanya sanksi pidana bagi pihak yang terbukti sengaja merugikan keuangan daerah. Tanpa itu, praktik penyalahgunaan anggaran hanya akan menjadi siklus tahunan tanpa ujung. ***
Tim DK – DK.















