Gunung Tabur, Derap Kalimantan. com (14/5)
Kekuatan oligarki dalam usaha pertambangan batubara di kabupaten Berau, seolah tidak lagi peduli dengan penderitaan masyarakat yang hidupnya bergantung pada keberadaan lahan-lahan yang mereka pelihara untuk berkebun mencari nafkah memenuhi kebutuhan hidup.
Contoh nyata apa yang saat ini di alami oleh Bapak Hanafiah yang akrab di panggil si Julak itu, lelaki yang sudah ber umur itu harus menangis pilu meratapi lahan kebun miliknya di kampung Sambakungan Kecamatan Gunung Tabur.
Persoalannya, lahan yang digarap dan yang selama ini dimanfaatkan sebagai kebun beberapa tahun lalu dan dikuasai bahkan sedang berproses awal SKPT dari kampung.
Namun terkejutnya Hanafiah setelah lama menunggu bahwa dikabarkan lahan miliknya termasuk ada juga lahan milik keluarganya itu akan terkena pembebasan area tambang batu bara oleh PT Berau Coal, dengan ganti untung.
Berjalan waktu janji dan harapan atas lahan miliknya semakin tidak jelas, dirinya pun pernah melaporkan kasus ini ke pihak Polsek Gunung Tabur, namun Polsek memberikan saran kala itu agar di mediasi ke pihak kecamatan, upaya mediasi pernah dijembatani oleh Camat Gunung Tabur, mediasipun gagal karena pihak Kelompok tani Sejati Sambakungan tidak memenuhi undangan camat. Kegagalan mediasi sudah memberikan keraguan atas lahan miliknya ungkap Hanafiah kepada pewarta media ini.
Lebih lanjut kepada media ini, dia menuturkan dengan nada lirih Ia berucap dirinya merasa sangat teraniaya dengan haknya dikuasai PT. Berau Coal, pihak Investor yang selama ini dinilai kebal hukum.
Dengan nada suaranya yang terbata bata sesekali menatap ke pandangan kosong dan mata yang berkaca kaca seolah tidak mampu mengungkapkan apa yang dihadapinya saat ini karena begitu kejamnya perlakuan Pihak perusahaan terhadap hidupnya.
Tanpa mampu untuk menahan rasa kesal dan penderitaan yang dihadapi keluarganya Hanafiah harus dibantu oleh si isteri bekerja upahan jadi pengupas membersihkan kulit bawang merah dari pedagang di pasar hanya untuk memenuhi dan menyambung hidup sehari-hari.
Ceritanya lanjut, pada hari Jumat 13/12-2024 dilokasi lahan yang masih merupakan miliknya itu dia di datangi oleh pihak PT. Berau Coal yang dikenalnya adalah bernama Bapak Hendarjo meminta dirinya untuk membongkar pondok miliknya dengan alasan bahwa lahan tersebut sudah dibayar oleh PT. Berau Coal.
Jika mau kejelasannya lahan Bapak agar menelusuri ke pihak Kecamatan Gunung Tabur.
Ucapan petinggi dilapangan oleh PT. Berau Coal ini mendorong Hanafiah bersurat ke pada Camat Gunung Tabur tertanggal 14 Desember 2024, dengan tembusan ke Bupati, Ketua DPRD, Kajari, Kapolres dan pihak terkait lainnya.
Ia berharap Camat dapat menindak lanjuti suratnya itu, karena merasa tidak pernah menerima bayaran dari PT. Berau Coal, pihaknya meminta kepada Kejaksaan Berau dapat membongkar mafia tanah dan memanggil pihak-pihak terkait ada dugaan mafia tanah dilingkaran pemerintah dan kelompok tani serta didalam perusahaan sendiri.
Hingga berita ini terbit, masyarakat berharap ada titik terang dari penegak hukum, kasian masyarakat yang jadi korban. (**)
Tim Liputan DK/Redaksi.