DerapKalimantan. Com – KUTAI TIMUR – Di tengah upaya efisiensi anggaran dan beban utang daerah yang belum terselesaikan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) justru menggulirkan rencana pengadaan sepatu pantofel berbahan suede dan nubuck bagi aparatur sipil negara (ASN) senilai Rp 1,4 miliar. Kebijakan ini memantik kritik luas dari masyarakat dan wakil rakyat karena dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan mendesak masyarakat.(16/6).
Dalam dokumen Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) milik LKPP, tercatat bahwa pengadaan sebanyak 620 pasang sepatu pantofel tersebut masuk dalam rencana belanja tahun 2025 melalui skema e-purchasing dengan kode RUP 57157546. Pengumuman rencana telah dilakukan sejak Februari 2025.
Namun, alih-alih menuai dukungan, kebijakan ini justru memunculkan tanda tanya besar dari berbagai pihak.
“Program-program yang tidak berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seharusnya ditiadakan. Ini bukan soal sepatu, ini soal sensitivitas pemerintah terhadap kondisi keuangan dan kebutuhan rakyat,” tegas salah satu anggota DPRD Kutim saat dimintai tanggapan.
Suara masyarakat pun tak kalah kritis. Banyak warga yang menganggap pengadaan ini sebagai bentuk pemborosan di tengah persoalan yang lebih mendesak, seperti pengangguran, kualitas pendidikan yang masih tertinggal, hingga lambannya pembangunan infrastruktur.
“Kalau ASN tidak mampu beli sepatu pantofel sendiri, itu lucu. Kita ini butuh jalan yang layak, sekolah yang bagus, bukan gaya-gayaan,” ujar seorang warga Kutim yang enggan disebut namanya.
Warga juga menyarankan agar anggaran tersebut dialihkan ke sektor yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat, seperti pendidikan dan pengentasan kemiskinan. Menurut mereka, itulah bentuk kebijakan yang pro-rakyat.
Sorotan tajam ini menggambarkan adanya kesenjangan antara logika anggaran pemerintah daerah dan kebutuhan riil masyarakat. Publik menilai kebijakan tersebut sebagai simbol lemahnya kepekaan sosial pejabat dalam mengelola keuangan negara.
“Kalau sudah sampai sepatu pun harus dibelikan dari APBD, barangkali yang perlu dibenahi bukan lagi gaya ASN-nya, tapi prioritas berpikir para pengambil kebijakan,” celetuk warga lainnya dengan nada menyindir.
Kini, masyarakat Kutim menuntut agar rencana pengadaan ini segera dibatalkan. Mereka mendesak agar anggaran dialihkan untuk hal-hal yang lebih urgen dan berdampak luas.
Dengan kritik yang terus mengalir, publik menanti sikap tegas dan bijak dari Pemkab Kutim. Apakah akan tetap memilih gaya, atau mulai berpihak pada esensi: rakyat.
Tim RED DK
Kutim, Kalimantan Timur