BERAU, Kalimantan Timur — 28/9/2025, Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali membuka praktik pungutan ilegal retribusi sampah yang merugikan masyarakat Kabupaten Berau. Temuan itu menyebut Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Batiwakkal sejak 2023 menyelipkan pungutan kebersihan dalam tagihan air bulanan pelanggan, meski layanan kebersihan tak pernah diterima sebagian warga.
BPK menyoroti Perumdam Batiwakkal sebagai pihak pemungut retribusi serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau yang dinilai lalai mendata wajib retribusi. Masalahnya, retribusi berlaku di 10 kecamatan, sementara DLHK hanya melayani 7 kecamatan. Akibatnya, warga di 5 kecamatan—Batu Putih, Biatan, Biduk-Biduk, Segah, dan Tabalar—tetap membayar iuran sampah tanpa layanan pengangkutan.
Audit BPK mencatat praktik ini merugikan negara sedikitnya Rp317,59 juta. Ironisnya, temuan serupa pernah diungkap pada laporan BPK tahun 2021, sehingga persoalan ini dianggap berulang dan tak pernah tuntas.
Praktik pungutan siluman itu berlangsung sejak 2023. Sistem penagihan dibuat otomatis, dengan biaya kebersihan masuk ke rekening air bulanan pelanggan. Warga pun tak memiliki pilihan selain membayar, meski faktanya pelayanan sampah tak pernah hadir.
BPK menuding adanya kegagalan koordinasi sistemik. DLHK dinilai tidak optimal mendata wajib retribusi, sementara Perumdam Batiwakkal tetap menarik pungutan tanpa memperhatikan legalitas maupun fakta di lapangan. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan untuk membenarkan penarikan biaya yang sejatinya tidak sah.
Tanggapan Kadis DLHK Berau
Menanggapi temuan BPK, Kepala DLHK Berau, Mustakim Suharjana, memberikan klarifikasi:
Menurut Mustakim, dana retribusi kebersihan tidak masuk ke kas DLHK, melainkan langsung disetorkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bappenda).
Untuk wilayah yang tidak terjangkau petugas kebersihan, Mustakim mengklaim tetap diberikan bentuk pelayanan lain, seperti bantuan alat pengangkutan sampah, pembangunan TPS, hingga edukasi pengelolaan sampah.
Mustakim menyebut dengan keterbatasan petugas dan anggaran, ke depan retribusi hanya akan dipungut di wilayah yang benar-benar terjangkau layanan kebersihan.
Perbaikan Sejak 2023
Ia menegaskan bahwa sejak dirinya menjabat di DLHK pada 2023, sudah ada rekonsiliasi data dan penarikan retribusi hanya dikenakan pada pelanggan di wilayah yang memang dilayani.
Meski begitu, pernyataan Mustakim belum menutup keresahan publik. Warga mempertanyakan transparansi pemerintah daerah, terlebih ketika pejabat terkesan saling lempar tanggung jawab dan enggan membuka bukti aliran dana.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan, turun tangan menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi di balik pungutan siluman ini. Dengan kerugian negara yang nyata, publik menilai kasus ini tak lagi bisa dianggap sekadar miskoordinasi birokrasi.
Kini, masyarakat Berau menunggu: apakah penegak hukum berani menindak tegas para pihak terkait, atau praktik kotor ini akan kembali berulang, meninggalkan tumpukan sampah—baik di jalanan, maupun di tata kelola pemerintahan.***
Tim DK – RED.















