Berau, Balikukup — Polemik pengelolaan dana Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kian memanas. Ketua PLTS, Lahumadi, menyebut dalam grup WatsApp warga bahwa pemberitaan media mengenai dugaan ketidaktransparanan dana iuran warga sebagai berita hoaks. Pernyataan ini disampaikan melalui grup WhatsApp warga pada Rabu (1/10/2025) dan memicu reaksi keras masyarakat maupun kalangan pers.
Warga hanya Pertanyakan pengelolaan Dana Rp95,6 Juta…
Warga Desa Balikukup sebelumnya menyuarakan keresahan terkait iuran warga sebesar Rp95.600.000 yang hingga kini belum pernah dipertanggungjawabkan secara terbuka. Masyarakat menilai tidak ada laporan keuangan yang jelas mengenai penggunaan dana tersebut.
“Kami hanya ingin tahu ke mana uang Rp95,6 juta itu dipakai. Apa saja yang dibelanjakan? Kami minta klarifikasi terbuka di balai desa,” tegas Syarifudin, tokoh masyarakat Balikukup.
Hal senada disampaikan warga lainnya, Rosmiati. Ia menegaskan, masyarakat tidak pernah menyebut pemberitaan media bohong. Justru keresahan itu datang dari warga sendiri yang kemudian disampaikan kepada wartawan.
“Kalau memang tidak ada masalah, kenapa takut buka laporan? Jangan malah sibuk bilang berita itu hoaks di grup WhatsApp. Kami hanya ingin tahu uang iuran kami dipakai untuk apa,” ujarnya.
Alih-alih memberikan laporan transparan, Lahumadi justru meminta warga tidak mempercayai pemberitaan media. Ia menuding laporan media adalah berita palsu.
Sikap ini dinilai keliru dan berpotensi melanggar hukum. Sebab, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi kerja jurnalistik yang berdasarkan fakta lapangan.
Lebih jauh, sikap Lahumadi yang mengaitkan persoalan dengan ancaman Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dipandang sebagai bentuk intimidasi terhadap kerja pers.
Pers Dilindungi UU, Warga Minta Transparansi
Media yang mengangkat kasus PLTS Balikukup menyatakan pemberitaan yang dimuat telah sesuai kode etik jurnalistik. Data yang dipublikasikan diperoleh melalui wawancara langsung dengan warga, tokoh masyarakat, serta bukti jumlah iuran yang terkumpul.
“Pemberitaan ini sahih dan bisa dipertanggungjawabkan. Menyebutnya hoaks tanpa dasar hukum jelas merupakan tuduhan serius terhadap kebebasan pers,” ungkap perwakilan redaksi media lokal yang menurunkan laporan tersebut.
Potensi Jeratan Hukum…
Ahli hukum menilai, pernyataan Lahumadi yang menuding media menyebarkan berita bohong dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Hal ini berpotensi dijerat dengan:
– Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah.
– Pasal 27 ayat (3) UU ITE terkait distribusi informasi yang merugikan kehormatan atau nama baik orang lain.
– UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 ayat (1), yang menyatakan pihak yang menghalangi atau menghambat kerja pers dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Hingga kini, masyarakat Balikukup masih menunggu sikap terbuka dari Lahumadi sebagai Ketua PLTS. Tuntutan warga sederhana: laporan penggunaan dana iuran harus dipublikasikan secara terbuka di hadapan seluruh masyarakat.
“Masalah utama bukan pers, tapi transparansi. Kalau dana itu dikelola dengan benar, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi,” ujar Syarifudin.
Kasus ini kini menjadi sorotan tidak hanya bagi warga, tetapi juga kalangan media dan pemerhati tata kelola keuangan desa. Publik menunggu apakah Lahumadi berani membuka laporan keuangan atau memilih terus menyerang media yang menjalankan tugasnya.***
Tim DK – RED















