Berau, Kalimantan Timur — Tragedi maut kembali terjadi di dunia pertambangan batu bara diwilayah Kabupaten Berau, Kaltim. Seorang karyawan PT Sumber Bara Energi (PT SBE) bernama Setya Budi Utomo, diduga masih tertimbun longsoran tanah saat menjalankan tugas di area tambang perusahaan tersebut. Peristiwa nahas itu diduga terjadi pada hari Selasa sore, namun evakuasi korban disebut berjalan lambat, bahkan perusahaan dituding tetap melanjutkan aktivitas penambangan meski korban belum ditemukan.Kamis(23/10/2025)
Informasi ini terungkap dalam wawancara eksklusif tim investigasi Derap Kalimantan dengan adik korban, yang bekerja di Kalimantan Selatan. Ia mengungkapkan bahwa keluarga baru diberitahu oleh pihak perusahaan sekitar pukul 12.00 WITA siang hari, melalui perwakilan dari kantor pusat (HO) PT SBE, dikhabarkan korban telah hilang kontak sejak pukul 10.00 pagi hari sebelumnya.
“Istrinya sempat komunikasi terakhir pagi itu. Korban pamit berangkat kerja seperti biasa. Setelah itu tidak ada kabar lagi,” ungkap sang adik dengan suara bergetar.
Menurut pengakuan pihak keluarga, perusahaan menyampaikan akan bertanggung jawab atas seluruh biaya dan akomodasi keluarga korban, namun hingga kini mereka masih menunggu kejelasan terkait penyebab pasti insiden dan proses investigasi internal.
Dari hasil penelusuran tim investigasi di lapangan, saksi mata tunggal berinisial SP yang merupakan rekan kerja korban, melihat langsung detik-detik longsor terjadi. Ia menyebut, korban Setya Budi Utomo yang menjabat sebagai Foreman, sedang menuju ke bawah lokasi kerja untuk mematikan pompa air ketika tiba-tiba terjadi longsoran besar yang menimbun area tersebut dalam hitungan detik.
“Korban tidak sempat menghindar, tanah langsung menimbun area itu,”.
Sementara itu, informasi kejadian berupaya ingin tutup rapat atas tekanan dari pihak perusahaan untuk bungkam. “Jelas pak, disuruh diam,”.
Yang lebih mengejutkan, berdasarkan informasi yang dihimpun dari sejumlah karyawan, PT SBE tetap melanjutkan aktivitas penambangan sesaat setelah kejadian.
Langkah ini memunculkan kritik keras dari masyarakat dan pemerhati lingkungan, karena dianggap tidak berperikemanusiaan dan melanggar etika keselamatan kerja.
“Seharusnya perusahaan menghentikan semua aktivitas tambang dan fokus pada upaya evakuasi korban. Ini persoalan nyawa manusia,” tegas seorang sumber internal yang enggan disebut namanya.
Potensi Pelanggaran dan Ancaman Sanksi Berat
Dari aspek hukum, peristiwa ini berpotensi melanggar sejumlah ketentuan keselamatan kerja di sektor pertambangan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, setiap perusahaan tambang wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi seluruh karyawannya.
Selain itu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 dan Keputusan Dirjen Minerba Nomor 185.K/37.04/DJB/2019 menegaskan kewajiban perusahaan untuk memiliki dan menjalankan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) secara ketat, serta melaporkan setiap kecelakaan tambang secara resmi kepada Inspektorat Tambang.
Jika terbukti lalai, PT SBE dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana, antara lain:
1.Penghentian sementara operasi tambang,
2.Pembekuan hingga pencabutan izin usaha pertambangan (IUP),
3.Denda administratif, dan bahkan Tuntutan pidana sesuai Pasal 359 KUHP, yakni penjara bagi pihak yang lalai hingga menyebabkan kematian orang lain.
Selain itu, keluarga korban berhak menuntut ganti rugi secara perdata, sesuai ketentuan perundangan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Pemerintah Diminta Turun Tangan
Melihat indikasi kelalaian serius ini, Inspektorat Tambang dan Kementerian ESDM didesak untuk segera turun ke lapangan melakukan investigasi menyeluruh.
Organisasi masyarakat sipil dan aktivis keselamatan kerja juga meminta agar PT SBE dikenai sanksi tegas jika terbukti mengabaikan standar keselamatan tambang.
“Kasus ini harus menjadi perhatian serius. Jangan ada lagi korban jiwa yang melayang karena lemahnya pengawasan dan kelalaian perusahaan tambang,” ujar seorang pengamat pertambangan yang diketahui berasal dari Samarinda.
Kasus longsor di tambang PT SBE ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga menyentuh sisi moral dan tanggung jawab sosial perusahaan. Lambannya evakuasi, dugaan tekanan terhadap saksi, serta kelanjutan operasi tambang setelah korban tertimbun — menjadi sinyal kuat bahwa ada yang tidak beres dalam manajemen keselamatan tambang di perusahaan tersebut.
Kini, publik menanti langkah tegas dari Kementerian ESDM, Inspektorat Tambang, dan aparat penegak hukum, agar tragedi serupa tidak kembali menelan korban di bumi Kalimantan Timur.***
Tim DK – RED.