Berau, Kalimantan Timur — Proyek pembangunan jalan di kawasan Rantau Panjang menuju Jalan Poros Mayang Mangurai yang baru, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau, kembali menjadi sorotan publik. Proyek bernilai Rp 22,09 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Berau Tahun Anggaran 2025 ini disebut-sebut masih termasuk dalam konsesi PT BJU. Selain status lahannya yang belum terang, sorotan publik juga tertuju pada kemungkinan konflik kepentingan.
Proyek Bernilai Rp 22 Miliar, Digarap PT Karya Indah Permata

Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Pemkab Berau, proyek ini tercatat dengan nama paket “Pembangunan Jalan Kawasan Dari Rantau Panjang Menuju Jalan Poros Mayang Mangurai Kecamatan Teluk Bayur” (kode lelang 10037623000).
Kontrak pekerjaan ditandatangani pada 17 Juni 2025, dengan waktu pelaksanaan selama 180 hari kalender, terhitung 18 Juni hingga 14 Desember 2025. Penyedia jasa pelaksana tercatat adalah PT Karya Indah Permata, dengan sumber pendanaan dari APBD Kabupaten Berau.
Nama Pejabat dan Keluarganya Ikut Terseret
Isu ini kian ramai dibicarakan setelah muncul informasi bahwa proyek tersebut digarap oleh Cak Mus, seorang kontraktor lokal yang disebut-sebut merupakan suami dari Syarifatul, Ketua Kwartir Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka Berau sekaligus anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur.
Publik pun menyoroti kemungkinan adanya benturan kepentingan antara jabatan publik dan pelaksanaan proyek daerah, apalagi lokasi proyek Buper berada di kawasan PT. BJU, hasil dari yang disebut sebut tukar guling lahan Buper Mayang Mangurai lama jalan poros Teluk Bayur.- Labanan.
Syarifatul: “Proyek Buper Dalam Pendampingan Kejaksaan”
Menanggapi sorotan tersebut, Syarifatul memberikan klarifikasi bahwa proyek tersebut memang berlokasi di kawasan Bumi Perkemahan (Buper) Mayang Mangurai yang baru, dan sudah melalui proses administrasi resmi yang melibatkan instansi hukum.
“Proyek ini bukan fiktif. Ada RAB-nya, ada Pimpinan Proyek (Pimpro), dan juga dalam pendampingan Kejaksaan Negeri Berau,” ujar Syarifatul kepada Derap Kalimantan beberapa hari yang lalu.
“Pendampingan ini dilakukan agar prosesnya sesuai aturan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai administrasi. Jadi semua terbuka dan bisa dicek ke Kejaksaan, PUPR, maupun Pemda Berau,” tambahnya.
Meski demikian, hingga berita ini diturunkan, pihak Kejaksaan Negeri Berau belum memberikan keterangan resmi mengenai status pendampingan proyek tersebut, meskipun awak media sudah berusaha meminta klarifikasi dengan pihak kejaksaan Berau, melalui pesan Warshap seluler, belum ada tanggapan resminya.
Pendampingan Kejaksaan Tidak Menjamin Bebas Masalah
Menurut sejumlah pengamat dan organisasi pers yaitu AKPERSI Kaltim bahwa Pendampingan Kejaksaan terhadap proyek pemerintah daerah tidak otomatis berarti proyek tersebut bebas dari masalah.
“Pendampingan Kejaksaan biasanya bersifat konsultatif, bukan pengawasan teknis di lapangan. Jadi tanggung jawab hukum tetap pada pihak pelaksana dan PPK,” kata seorang pengamat kebijakan publik di Samarinda yang enggan disebut namanya.
Pendampingan biasanya dilakukan berdasarkan MoU antara Kejaksaan dan Pemkab, dengan tujuan mencegah potensi pelanggaran hukum administratif. Namun jika status lahan atau pengelolaan keuangan tidak sesuai aturan, proyek tetap berpotensi bermasalah.
Penelusuran media menemukan bahwa sebagian trase proyek jalan dan Buper masih wilayah konsesi perusahaan PT. BJU.
Jika benar demikian, maka proyek ini berpotensi menyalahi ketentuan dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Regulasi tersebut menegaskan bahwa pembangunan dengan dana APBD hanya dapat dilakukan di atas lahan milik pemerintah daerah atau yang telah diserahkan secara resmi melalui berita acara hibah atau sertifikat aset.
Tanpa dokumen tersebut, proyek bisa dinilai tidak sah secara administratif dan berpotensi menjadi temuan audit oleh BPK, APIP, atau bahkan aparat penegak hukum (Kejaksaan/KPK).
Proyek Lanjutan di APBD-P 2025 Juga Disiapkan
Tak hanya proyek utama senilai Rp 22 miliar, data LPSE juga mencatat proyek lanjutan dengan kode 10094880000, berjudul “Lanjutan Pembangunan Jalan Dari Jalan Kawasan Rantau Panjang dan Kawasan Jalan Perkemahan Mayang Mangurai (APBD-P 2025)”, dengan pagu anggaran Rp 4,77 miliar.
Tahap pengumuman tender proyek lanjutan ini berlangsung pada 28 Oktober hingga 14 November 2025.
Kedua proyek yang berlokasi di kawasan sama ini menambah relevansi isu soal kejelasan status lahan dan transparansi pelaksanaan proyek.
Pakar: Verifikasi Aset Wajib Sebelum Pekerjaan Fisik
Sejumlah pakar hukum administrasi negara menilai, kejelasan status lahan merupakan syarat mutlak sebelum dimulainya pekerjaan fisik.
“Kalau lahan belum tercatat sebagai aset pemerintah, maka BPKAD dan Dinas PUPR wajib memastikan ada dokumen serah terima atau berita acara hibah. Jika tidak, pekerjaan fisik bisa dianggap cacat administrasi,” ujar Prof. Dr. Sutan Nasomal.
Dari hasil penelusuran, proyek pembangunan jalan menuju kawasan Mayang Mangurai memang tercatat secara resmi di LPSE Pemkab Berau dan memiliki kontrak sah. Namun hingga kini belum ada bukti publik yang menunjukkan bahwa proyek tersebut resmi berada dalam program pendampingan Kejaksaan Negeri Berau, serta belum ada klarifikasi tuntas mengenai status lahan yang digunakan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan verifikasi aset dalam setiap proyek infrastruktur daerah — terlebih jika melibatkan pejabat publik dan keluarganya, agar tidak menimbulkan dugaan benturan kepentingan dan kecurigaan publik.***
Tim DK.
Editor: Marihot















