Berau, Kaltim – Proyek pembangunan Jembatan Mantaritip di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang digagas pada tahun 2019, kini tampak mangkrak. Bangunan jembatan yang seharusnya menjadi penghubung vital menuju Pelabuhan Mantaritip kini mengalami kemiringan signifikan dan longsor di sekitar pondasinya, bahkan kondisi jalan yang pasang surut air menjadikan kondisi proyek terbengkelai.
Warga setempat mengaku, proyek itu sudah lama mangkrak tanpa adanya progres berarti.
Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Keluarga Pers Seluruh Indonesia (DPD AKPERSI) Kalimantan Timur menyoroti kondisi memprihatinkan ini dan mendesak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) untuk mengusut dugaan kerugian negara akibat proyek jembatan penghubung tidak selesai dikerjakan.
Anggaran tahap awal disebut mencapai Rp 38 miliar dari total kebutuhan sekitar Rp 80 miliar. Sumber pendanaannya berasal dari Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi Kalimantan Timur.
Siapa yang bertanggung jawab?
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek saat itu berinisial HP dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau. Namun, hingga berita ini ditulis, yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi terkait keterlambatan penyelesaian proyek meski awak media telah berusaha meminta klarifikasi.
Identitas kontraktor pelaksana proyek jembatan ini juga belum terungkap secara resmi. Siapa kontraktor yang melakukan pekerjaan proyek jembatan penghubung yang saat ini masih mangkrak?
Pantauan di lapangan memperlihatkan sebagian struktur jembatan sudah miring. Tanah di sekitar pondasi mengalami longsor akibat pasang surut air. Warga Kampung Mantaritip menyatakan bahwa sejak pengerjaan dimulai, progres proyek tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
AKPERSI Kaltim menilai, lemahnya pengawasan dan pertanggungjawaban pihak pelaksana menyebabkan proyek yang seharusnya meningkatkan konektivitas menuju pelabuhan justru terkatung-katung. “Ini jelas merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah,” ujar perwakilan AKPERSI.
Potensi Pelanggaran Hukum
Jika ditemukan adanya kelalaian atau penyimpangan yang membuat proyek tidak selesai sesuai kontrak, kasus ini dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3. Pihak yang terbukti terlibat – termasuk PPK, kontraktor, dan konsultan proyek – dapat terancam pidana penjara minimal 4 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
AKPERSI Kaltim berencana melaporkan indikasi kerugian negara atas proyek jembatan Mantaritip yang diduga mangkrak ke Kejaksaan Tinggi Kaltim, bahkan bila perlu ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, jika tidak ada perkembangan signifikan dari aparat penegak hukum di daerah.
Proyek Jembatan penghubung Mantaritip sejatinya bagian dari pengembangan Pelabuhan Mantaritip secara keseluruhan, yang memiliki nilai total sekitar Rp 890 miliar, mencakup pembangunan jembatan, jalan akses, dan fasilitas pelabuhan. Kondisi mangkrak ini menimbulkan tanda tanya publik mengenai efektivitas dan transparansi penggunaan anggaran besar tersebut.
AKPERSI Kaltim menegaskan, proyek ini harus segera diaudit dan dilanjutkan secara transparan agar benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan menjadi “monumen mangkrak” di tepi pelabuhan.***
AKPERSI Kaltim.















