Derapkalimantan.com – Aceh Barat.– Kamis (20/11/2025) – Panglima Laot Kabupaten Aceh Barat, Amiruddin, menegaskan penolakan keras terhadap keberadaan bunker bahan bakar minyak (BBM) di Pelabuhan Kuala Bubon. Ia menilai aktivitas bunker tersebut mengancam kawasan konservasi laut yang telah dibangun oleh masyarakat pesisir, khususnya di wilayah Samatiga hingga Arongan Lambalek.
Amiruddin menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun nelayan dan Panglima Laot mengelola area konservasi yang menjadi tempat tumbuhnya kembali bibit ikan dan terumbu karang. Menurutnya, tumpahan BBM sekecil apa pun dapat merusak ekosistem yang ada di laut.
“Kami khawatir kalau BBM tumpah ke laut, terumbu karang dan bibit ikan yang kami rawat bisa hilang. Ini ancaman serius bagi konservasi yang sedang kami bangun,” ujar Amiruddin di Pelabuhan Kuala Bubon.
Selain mengancam ekosistem, tumpahan BBM juga berdampak langsung pada alat tangkap nelayan. Jaring yang terkena minyak akan berbau dan sulit digunakan, sehingga menurunkan hasil tangkapan dan merugikan ekonomi masyarakat pesisir.
“BBM itu mengapung di air. Kalau jaring terkena minyak, pasti rusak dan tidak akan dapat ikan lagi. Begitu juga bubu dan alat pancing lainnya,” jelasnya.
Amiruddin menambahkan bahwa aktivitas bunker, terutama pada proses pencucian atau pembuangan air kotor berpotensi menyebabkan kebocoran BBM, terlebih pada musim hujan. Kondisi tersebut dinilai sangat rawan bagi kelestarian laut. Ia juga menegaskan bahwa area Pelabuhan Kuala Bubon sejak awal bukan diperuntukkan sebagai lokasi bunker BBM.
“Tempat ini sebenarnya hanya untuk tambat pelumpang, bukan untuk bunker. Kalau memang ingin ada bunker, seharusnya dibangun di lokasi lain yang aman dari kawasan konservasi,” tegasnya.
Lebih jauh, Amiruddin mengungkapkan bahwa persoalan ini butuh direspon oleh pihak terkait karena ini menyangkut masa depan laut dan mata pencaharian masyarakat nelayan.
“Atas dasar itu, seluruh Panglima Laot di Aceh Barat sepakat meminta pemerintah daerah untuk memindahkan bunker BBM dari Kuala Bubon demi menjaga keselamatan ekosistem dan ekonomi masyarakat pesisir,” pungkasnya.
Sementar itu, Panglima Laot Lhok Kuala Bubon, Saipon menolak keberadaan bunker BBM di area pelabuhan tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam aktivitas apa pun yang berkaitan dengan bunker dan menilai kegiatan itu sangat mengganggu ekosistem laut.
“Aktivitas bunker, terutama pada proses pencucian atau pembuangan air kotor, sangat berpotensi menyebabkan kebocoran BBM, apalagi pada musim hujan. Kondisi ini sangat rawan bagi kelestarian laut,” ujar Saipon.
Ia menambahkan bahwa saat ini kondisi laut di sekitar pelabuhan sudah sangat memprihatinkan akibat ceceran minyak di area bongkar.
“Ceceran minyak di lokasi pelabuhan telah mengganggu alat tangkap nelayan. Ini merugikan kami dan sangat mengancam keberlanjutan ekosistem,” tegasnya.
Baik Amiruddin maupun Saipon sepakat bahwa persoalan ini harus segera mendapat perhatian pemerintah daerah. Mereka menilai keberadaan bunker BBM di Kuala Bubon tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam masa depan ekonomi masyarakat pesisir. (Red/Johan S)















