Berau, DerapKalimantan.com, (26/5), –
Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Berau di Jalan Sultan Agung, Tanjung Redeb, Kaltim kini menuai polemik. Meski bangunan fisiknya telah rampung dan rencana operasional mulai dimatangkan, publik dikejutkan dengan dugaan bahwa legalitas lahan seluas 10 hektare yang digunakan belum jelas status hukumnya. Diduga, lahan tersebut belum bersertifikat dan belum tercatat sebagai aset tetap milik Pemerintah Daerah (Pemda), benarkah?
Proyek pembangunan RSUD yang menelan anggaran puluhan hingga ratusan miliar rupiah ini merupakan lanjutan program dari era kepemimpinan Bupati H. Makmur HAPK. Gagasan tersebut diteruskan oleh pemerintahan saat ini sebagai langkah strategis meningkatkan layanan kesehatan.
Namun, dugaan belum adanya kepastian legalitas lahan menimbulkan tanda tanya besar: Siapa yang memverifikasi kelengkapan dokumen legalitas lahan sebelum anggaran disetujui dan dikucurkan?
Publik kini mempertanyakan peran DPRD Berau, terutama komisi yang membidangi anggaran dan pembangunan. Bagaimana anggaran sebesar itu bisa lolos pembahasan tanpa kajian hukum yang matang? Apakah tidak ada telaah dari Bagian Hukum dan Bagian Aset Pemkab sebelum pembangunan dilaksanakan?
Berdasarkan informasi yang dihimpun Derap Kalimantan, lahan yang digunakan saat ini disebut sebagai hibah dari PT Inhutani I, sebuah BUMN yang beroperasi di wilayah Berau. Namun, tidak ada kejelasan apakah proses hibah tersebut telah diselesaikan secara hukum — termasuk penerbitan sertifikat hak atas tanah dan pencatatannya dalam neraca aset daerah.
Sementara itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Berau sudah mempersiapkan pengadaan alat kesehatan untuk menunjang operasional RSUD. Namun, jika status lahan belum sah, maka pengoperasian rumah sakit berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.
Menurut informasi yang dihimpun dari beberapa sumber, bahwa awalnya, sempat ada wacana pemindahan lokasi ke kawasan Bandara Kalimarau. Bahkan, pemerintah daerah sempat melakukan pembebasan lahan di area tersebut. Tanpa penjelasan publik yang jelas, hingga lokasi pembangunan dikembalikan ke jalur Ring Road. Proses ini dinilai tidak transparan dan memperkuat dugaan bahwa perencanaan pembangunan dilakukan tanpa landasan hukum yang kuat.
Pakar kebijakan publik menilai bahwa pembangunan fasilitas negara di atas lahan yang belum memiliki legalitas adalah bentuk kelalaian administratif serius. Jika terbukti benar, ini bisa menjadi temuan bagi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau bahkan menjadi objek penyelidikan Aparat Penegak Hukum (APH), seperti Kejaksaan RI.
Kejaksaan RI diminta turun tangan mengaudit proses penganggaran dan penggunaan lahan, termasuk kemungkinan adanya dugaan tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan kewenangan.
Dasar Hukum: Legalitas Lahan Wajib Sebelum Pembangunan
Pembangunan fasilitas publik wajib mengacu pada sejumlah regulasi, antara lain:
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 45 menyebutkan bahwa barang milik negara/daerah hanya dapat digunakan jika telah ditetapkan status penggunaannya dan memiliki kejelasan hukum.
Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah menegaskan bahwa setiap aset daerah harus dicatat, memiliki bukti kepemilikan yang sah, dan dilakukan penatausahaan sebelum digunakan untuk pembangunan.
UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, serta peraturan pelaksananya (PP No. 19 Tahun 2021), mewajibkan bahwa setiap pembangunan fasilitas publik harus melalui proses pengadaan tanah yang sah dan sesuai hukum.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, pembangunan RSUD Berau berpotensi menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan daerah. Tidak hanya menyebabkan potensi kerugian negara, persoalan ini bisa menggugurkan operasional RSUD dari sisi hukum serta menunda pelayanan kesehatan masyarakat.
Diharapkan pihak Pemkab Berau segera memberikan penjelasan terbuka kepada publik dan menyelesaikan legalitas lahan secara administratif dan hukum.
Bila perlu, dilakukan audit menyeluruh dan penegakan hukum demi menjaga akuntabilitas anggaran negara dan kepercayaan masyarakat.***
Tim DK-RED.