Berau, Kalimantan Timur – Polemik kembali mencuat dalam aktivitas pertambangan PT Berau Coal di Kabupaten Berau. Kelompok Tani Usaha Bersama Maju (Poktan UBM) yang dikoordinatori oleh Rafik, menyatakan siap menempuh jalur hukum untuk menggugat perusahaan tambang batu bara raksasa tersebut. Gugatan ini berkaitan dengan dugaan pemalsuan tanda tangan sejumlah warga dalam dokumen yang digunakan PT Berau Coal untuk kepentingan perizinan maupun operasional.
“Kami sedang mempersiapkan langkah hukum. Dalam waktu dekat akan kami laporkan karena ada indikasi kuat bahwa tanda tangan masyarakat telah dipalsukan tanpa sepengetahuan atau persetujuan mereka,” ungkap Rafik kepada awak media, Kamis (27/6/2025).
Menurut Rafik, beberapa warga telah menyampaikan keberatan secara langsung dan merasa dirugikan karena nama dan tanda tangan mereka tercantum dalam dokumen yang tidak pernah mereka setujui. Ia menduga pemalsuan ini dilakukan demi memperlancar proses perizinan atau kegiatan eksplorasi tambang di sekitar wilayah mereka.
“Kalau ini terbukti, tentu sangat mencederai prinsip hukum dan keadilan. Pemerintah Pusat seharusnya segera meninjau ulang seluruh perizinan yang sudah diterbitkan untuk PT Berau Coal. Sebab kalau perusahaan sebesar ini dibiarkan beroperasi tanpa etika, bukan manfaat yang didapat masyarakat, melainkan malapetaka,” tegas Rafik.
Ia menambahkan, sejumlah dokumen yang diduga mengandung unsur pemalsuan kini tengah dikumpulkan sebagai bukti. Rafik berharap agar aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, dapat bertindak objektif dan profesional dalam menangani persoalan ini.
“Negara ini sudah merdeka, tapi masyarakat kecil seperti kami masih merasa seperti dijajah. Kalau hukum tidak berpihak kepada rakyat, lalu kepada siapa lagi kami berharap?” ucapnya penuh harap.
Aturan dan Pasal Hukum yang Diduga Dilanggar, “Jika dugaan pemalsuan tanda tangan ini terbukti, PT Berau Coal atau pihak yang terkait dalam pembuatan dokumen palsu tersebut bisa dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang lainnya”.Di antaranya:
Pasal 263 KUHP
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Pasal 264 KUHP Ayat (1)
“Jika pemalsuan dilakukan terhadap akta otentik (misalnya dokumen perizinan resmi), maka ancaman pidananya bisa mencapai delapan tahun penjara.”
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam Pasal 66 UU tersebut, masyarakat memiliki hak untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta dilindungi dari segala bentuk kriminalisasi.
Jika terbukti bahwa proses perizinan berdasarkan dokumen palsu, maka perizinan tersebut dapat dibatalkan dan perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) – jika pemalsuan dokumen dilakukan atau disebarluaskan secara elektronik.
Selain aspek pidana, PT Berau Coal juga berpotensi menghadapi sanksi administratif dari instansi terkait, seperti pencabutan izin, penghentian operasional sementara, atau denda administratif berdasarkan hasil audit dan investigasi pemerintah.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada pihak legal PT Berau Coal belum mendapat tanggapan. Tim hukum perusahaan yang coba dihubungi enggan memberikan pernyataan resmi saat dimintai klarifikasi mengenai dugaan ini. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi publik yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan.
Langkah hukum yang direncanakan Poktan UBM ini juga mendapatkan sorotan dari sejumlah aktivis lingkungan dan lembaga bantuan hukum di Kalimantan Timur. Mereka siap memberikan pendampingan hukum jika proses ini berlanjut ke ranah pidana.
Masyarakat kini menanti ketegasan pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum dalam merespons kasus ini. Mereka berharap, keadilan tidak hanya berpihak kepada pemilik modal besar, tetapi juga kepada rakyat kecil yang hak-haknya seringkali terabaikan. ****
Tim RED.