SAMBALIUNG – DERAPKALIMANTAN.COM,
Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menuai sorotan tajam dari para orang tua calon siswa. Kebijakan zonasi yang diterapkan SMA Negeri 4 Sambaliung dalam proses penerimaan peserta didik baru dinilai membingungkan dan tidak berpihak pada masyarakat sekitar.
Seorang warga Sambaliung yang tinggal hanya sekitar 700 meter dari lokasi sekolah merasa kecewa karena anaknya ditolak dalam proses pendaftaran. Padahal, sang anak merupakan penduduk resmi Sambaliung dan tinggal di kawasan yang selama ini dianggap berada dalam lingkungan sekolah tersebut. Namun, dalam kebijakan zonasi terbaru, hanya beberapa Rukun Tetangga (RT) tertentu yang diakui sebagai zona terdekat.
“Kami tinggal sangat dekat dengan sekolah, tapi anak saya justru ditolak hanya karena alamat kami tidak masuk dalam daftar RT yang ditentukan pihak sekolah. Ini tidak masuk akal,” ungkap orang tua calon siswa kepada awak media Derap Kalimantan, Senin (30/6).
Yang lebih mengejutkan, berkas pendaftaran yang sudah disiapkan lengkap oleh orang tua siswa tersebut dikembalikan tanpa proses lebih lanjut. Keputusan ini tentu menimbulkan keresahan dan kekecewaan di tengah masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di sekitar sekolah namun tidak termasuk dalam zona yang ditetapkan.
Penerapan zonasi ketat ini merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025, yang mengatur SPMB melalui empat jalur penerimaan: Domisili, Afirmasi, Prestasi, dan Mutasi. Namun dalam praktiknya, jalur domisili yang seharusnya mempermudah akses pendidikan justru menjadi batu sandungan bagi warga setempat.
“Sistem SPMB 2025 ini bukannya menyederhanakan, malah memperumit. Kami merasa dirugikan dan khawatir terhadap nasib pendidikan anak-anak kami ke depan,” ujar warga tersebut dengan nada kecewa.
Pihak orang tua pun meminta Dinas Pendidikan Prov. Kaltim yang ada di Kabupaten Berau untuk segera turun tangan dan mengevaluasi kebijakan penerimaan murid yang diterapkan di SMA 4 Sambaliung. Mereka berharap ada kejelasan dan keadilan dalam penerapan sistem zonasi agar tidak merugikan warga yang tinggal di sekitar sekolah.
Mengapa Zonasi Bisa Menjadi Masalah?
Sistem zonasi pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kesempatan yang adil bagi peserta didik berdasarkan tempat tinggal mereka. Namun, pembatasan yang terlalu ketat tanpa mempertimbangkan kondisi geografis nyata bisa menimbulkan diskriminasi terselubung. Apalagi jika pengaturan zona hanya mencakup beberapa RT, sementara RT lainnya yang berdekatan secara fisik malah dikesampingkan.
Kasus ini menjadi alarm bagi para pengambil kebijakan untuk kembali meninjau sistem penerimaan siswa, khususnya di daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan penduduk cepat atau memiliki keterbatasan jumlah sekolah menengah atas.
Hingga berita ini terbit, belum ada keterangan resmi dari pihak Dinas Prov. Kaltim yang ada di Kabupaten Berau.
Warga berharap agar semangat SPMB 2025 tidak berhenti pada aspek administratif, tetapi juga mampu menghadirkan keadilan dan akses pendidikan yang merata bagi seluruh anak bangsa. Pendidikan adalah hak semua anak, bukan hanya mereka yang kebetulan tinggal di RT tertentu.****
Jurnalis: Tim DK
Penerbit: Marihot