Berau, Tanjung Redeb — Warga Kelurahan Sei Bedungun, khususnya di RT 4 dan RT 10 Jalan Sultan Agung, Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, mengeluhkan belum dicabutnya Surat Keputusan (SK) Bupati Berau Nomor 030/773/BPKAD-E/2021. Akibatnya, hingga kini masyarakat tidak bisa memperoleh Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) karena lurah dan camat enggan menerbitkannya dengan alasan takut melanggar instruksi bupati tersebut, Senin, 27/10/2025.
Warga sudah bola-balik mengajukan pengurusan SKPT tanah yang ditempati warga mulai dari RT, Lurah hingga Camat Tanjung Redeb, hasilnya memgecewakan kami, tulis warga.
Surat Keputusan Bupati Berau Nomor 030/773/BPKAD-E/2021 yang ditandatangani di Tanjung Redeb pada 8 November 2021 menjadi sumber polemik di kalangan warga Sultan Agung, Kecamatan Tanjung Redeb. SK yang diteken Wakil Bupati Berau H. Gamalis, S.E. itu berisi instruksi kepada camat, lurah, ketua RT, dan Kantor Pertanahan (BPN) Berau agar tidak menerbitkan dokumen legalitas atas lahan eks PT Inhutani I yang kini sudah terbangun pembangunan RSUD Tipe B Kabupaten Berau.
Dalam SK tersebut, pemerintah daerah menegaskan bahwa lahan eks Inhutani I akan digunakan untuk mendukung program strategis peningkatan pelayanan publik di bidang kesehatan. Karena itu, Bupati memerintahkan agar seluruh pejabat di tingkat kelurahan dan kecamatan tidak menerbitkan surat keterangan kepemilikan tanah (SKPT) atau bentuk legalitas lain atas lahan dimaksud.
Instruksi tersebut juga meminta pejabat terkait untuk mensosialisasikan rencana pembangunan rumah sakit, memantau kondisi lahan, serta meningkatkan koordinasi lintas instansi demi kelancaran proyek tersebut.
Namun, hampir empat tahun berlalu sejak diterbitkannya SK itu, masyarakat RT 4 dan RT 10 Sultan Agung justru merasa menjadi korban. Mereka menilai keputusan tersebut membuat warga kehilangan hak untuk mengurus dokumen legal tanah mereka, sementara di sisi lain ada dugaan oknum tertentu tetap mendapatkan surat keterangan atas lahan di kawasan yang sama, Pemerintah sendiri dinilai telah lakukan kesalahan atas kebijakannya sendiri.
“Kami ini warga kecil, hanya ingin kejelasan status tanah kami. Tapi karena SK itu diduga belum dicabut, lurah dan camat tidak berani keluarkan SKPT,” ujar salah satu warga Sultan Agung yang enggan disebut namanya.
Situasi ini membuat para aparat di tingkat kelurahan dan kecamatan berada dalam posisi serba salah. Jika menerbitkan SKPT, mereka dikhawatirkan melanggar perintah bupati; namun jika tidak, warga menjadi pihak yang paling dirugikan.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Berau mengenai rencana pencabutan atau revisi SK Bupati Nomor 030/773/BPKAD-E/2021 tersebut. Warga berharap pemerintah segera memberikan kepastian hukum agar proses administrasi pertanahan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Warga Sultan Agung kini menantikan langkah konkret pemerintah daerah untuk meninjau kembali kebijakan yang telah menghambat penerbitan SKPT mereka. Masyarakat berharap pembangunan RSUD tetap berjalan, namun tanpa harus mengorbankan hak-hak warga yang telah lama bermukim di lahan eks PT Inhutani I tersebut.***
Jurnalis: Tim DK
Editor: Marihot














