Bontang, DerapKalimantan. Com – Sebanyak 11 kepala keluarga di RT 8, Kelurahan Guntung, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang, Kalimantan Timur, kini diliputi kecemasan mendalam. Mereka menuding PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim), perusahaan petrokimia raksasa yang bergerak di bidang produksi pupuk urea dan amoniak, telah menyerobot lahan garapan mereka seluas kurang lebih 21 hektare.
Lahan tersebut telah digarap secara turun-temurun oleh para petani tambak dan menjadi satu-satunya sumber penghidupan mereka selama puluhan tahun. Dugaan penyerobotan muncul ketika pihak yang berafiliasi dengan PT Pupuk Kaltim mulai melakukan aktivitas pemindahan batas, perluasan area, pengerjaan proyek, hingga pemasangan pagar tanpa seizin pemilik lahan.
Akibatnya, para petani tidak lagi bisa mengakses tambak mereka sendiri. Akses masuk diblokir secara fisik, dan tambak yang selama ini menjadi sandaran hidup kini tak bisa digarap. Selain kehilangan lahan, warga juga mengeluhkan adanya dugaan pencemaran limbah yang mengancam keberlangsungan lingkungan tambak.
Syahrudin, selaku kuasa pengurus yang mewakili warga terdampak, menegaskan bahwa lahan tersebut secara historis merupakan bagian dari wilayah RT 54 Kutai Kartanegara pada tahun 1986, yang kini telah berubah menjadi RT 8 Kelurahan Guntung.
“Lahan ini sudah digarap warga sejak lama. Dulu bahkan berdiri rumah dan tanaman kelapa di sana. Ini bukti bahwa masyarakat telah menguasai lahan tersebut jauh sebelum klaim dari pihak perusahaan,” ujar Syahrudin.
Hal ini diperkuat oleh kesaksian Bambang, mantan Ketua RT 54 pada era 1980-an, yang menyatakan bahwa lahan tersebut memang selama ini diakui dan dikelola oleh warga secara sah, meski belum bersertifikat.
“Saya tahu sejarahnya. Ini jelas-jelas lahan masyarakat, bukan milik perusahaan. Tindakan yang mereka lakukan tidak berdasar,” tegas Bambang.
Abi, Ketua RT 8 saat ini, membenarkan bahwa 11 kepala keluarga yang terdampak adalah warga sah RT 8, meskipun secara administrasi lahan yang disengketakan berada di luar wilayah RT-nya.
“Ini masalah serius. Meski secara wilayah administrasi bukan di RT 8, warga yang jadi korban adalah bagian dari komunitas kami,” ujar Abi.
Sebagai bentuk protes, warga telah memasang baliho di lokasi sengketa yang menegaskan bahwa tambak tersebut merupakan milik masyarakat. Aksi ini menjadi simbol perlawanan terhadap dugaan perampasan hak dan penegasan eksistensi warga atas tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun.
Pada 11 Juni 2025, dilakukan peninjauan langsung ke lokasi oleh berbagai pihak, termasuk 11 kepala keluarga korban, Ketua RT 8 Abi, mantan Ketua RT 54 Bambang, Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Guntung Abdul Malik, tokoh masyarakat Syarifuddin, serta beberapa wartawan.
Hingga berita ini diturunkan, PT Pupuk Kaltim belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan penyerobotan lahan ini. Ketidakjelasan status lahan dan perbedaan klaim kepemilikan menjadi pemicu utama konflik yang kini semakin memanas.
Selain kehilangan akses terhadap lahan tambak yang menjadi sumber nafkah utama, warga kini juga harus menghadapi ketidakpastian hukum atas tanah yang mereka warisi secara turun-temurun. Situasi ini diperburuk oleh dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri yang disebut-sebut telah mencemari tambak mereka.****
Jurnalis : Tim DK.