Berau, DerapKalimantan.com – Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau, Yovandi Yazid, menyatakan kesiapannya untuk menurunkan tim intelijen guna menyelidiki dugaan praktik pembalakan liar (illegal logging) dan konflik agraria yang melibatkan PT. Cassava di lahan milik Kelompok Tani Sandewaan, Kampung Dumaring, Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau.(28/5/2025)
Pernyataan tegas ini disampaikan langsung oleh Yovandi melalui pesan singkat WhatsApp kepada tim jurnalis DerapKalimantan.com, sebagai tanggapan atas laporan masyarakat. “Cb turunkan intel ya,” tulisnya singkat, namun sarat makna. Respons cepat dari Kejari Berau ini memberi harapan baru bagi masyarakat, khususnya Kelompok Tani Sandewaan, terhadap kepastian hukum atas permasalahan yang telah berlarut-larut.
Media DerapKalimantan.com berkomitmen untuk terus mengawal proses ini demi tegaknya keadilan bagi masyarakat.
Ketua Kelompok Tani Sandewaan, Heronimus Paulus Sogen, menyambut baik langkah tersebut. “Informasi ini sangat positif. Mudah-mudahan masalahnya segera selesai,” ujarnya.
Heronimus juga mendesak PT. Cassava untuk segera menghentikan seluruh aktivitas penebangan kayu di wilayah mereka. Ia menuding perusahaan telah melanggar kesepakatan kerja sama, termasuk tidak membayarkan fee sebesar Rp100.000 per meter kubik kayu yang ditebang sebagaimana telah disepakati.
“Fee yang disepakati sejak awal tidak pernah dibayarkan. Ini sangat merugikan kelompok tani kami. Kami merasa ditipu dan tidak dihargai,” tegas Heronimus.
Persoalan ini mencuat dalam rapat klarifikasi yang digelar pada Senin, 31 Juli 2023, yang membahas pemanfaatan kayu tumbuh alami di atas lahan bersertifikat hak milik (SHM). Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah XI, dua kubu kepengurusan Kelompok Tani Sandewaan, pihak PT. Cassava, serta tim hukum dari masing-masing pihak.
Dalam forum tersebut, BPHL menekankan pentingnya transparansi dan legalitas dalam setiap aktivitas pemanfaatan kayu. Namun, BPHL tidak mengambil sikap terkait dualisme kepengurusan antara kubu Heronimus dan Maria Murni, dan menyerahkan penyelesaiannya kepada internal kelompok.
Heronimus juga menuntut adanya transparansi dalam data produksi, pengangkutan, dan penjualan kayu oleh perusahaan. Meski Direktur PT. Cassava, Bahwali, menyatakan bahwa fee akan dibayarkan setelah kayu terjual, pihak Heronimus bersikeras agar aktivitas penebangan dihentikan sampai ada kejelasan hukum dan pembayaran sesuai kesepakatan.
Data dari Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) menunjukkan bahwa sejak 2021 hingga 2022, total kayu yang telah ditebang mencapai 11.536,41 meter kubik. Kewajiban kepada negara berupa pembayaran PSDH dan DR telah diselesaikan. Namun, hingga kini belum ada laporan transparan terkait pembagian fee kepada kelompok tani.
Heronimus juga menegaskan bahwa kubu tandingan yang dipimpin Maria Murni tidak memiliki legalitas yang sah. Ia mengklaim kelompoknya adalah pihak pertama yang menjalin kerja sama dengan PT. Cassava berdasarkan Akta Nomor 05 Tahun 2018 yang ditandatangani oleh “Pak Paul”. Sementara itu, akta kelompok Maria disebut dibuat di Bandung dan belum terbukti keabsahannya di pengadilan.
Heronimus meminta Kejaksaan Negeri Berau untuk segera menghentikan aktivitas penebangan yang diduga ilegal oleh PT. Cassava, dan menyebut kegiatan tersebut sebagai bentuk eksploitasi besar-besaran yang melanggar hak masyarakat.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami ingin keadilan dan perlindungan hukum atas hak kami sebagai pemilik sah lahan dan hasil hutan,” tegasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik seiring meningkatnya ketegangan di lapangan. Diperlukan penyelesaian hukum yang tegas dan adil agar tidak terjadi lagi praktik eksploitasi sumber daya alam yang merugikan masyarakat kecil.
Langkah Kejari Berau dalam menurunkan tim intelijen menjadi titik awal penting untuk membuka tabir dugaan pelanggaran hukum yang terjadi termasuk dugaan tindak pidana korupsi yang mulai tercium dalam proses pengelolaan hutan dan kerjasama lahan.
Jurnalis:DK-RED.