Derap Kalimantan. Com | Jakarta, 28 Maret 2025 – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) resmi mengusulkan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menghapus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu syarat dalam proses rekrutmen kerja. Usulan ini didasarkan pada berbagai kendala yang dihadapi mantan narapidana dalam mendapatkan pekerjaan setelah menjalani hukuman.
Kemenkumham menilai bahwa persyaratan SKCK dalam melamar pekerjaan sudah tidak relevan dengan prinsip hak asasi manusia. Selain berpotensi menimbulkan diskriminasi, aturan ini juga menyulitkan mantan narapidana untuk berintegrasi kembali ke masyarakat. Banyak di antara mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan karena riwayat hukum mereka, sehingga membuka peluang bagi mereka untuk kembali ke dunia kriminal.
Berdasarkan temuan Kemenkumham, banyak mantan narapidana yang akhirnya terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum karena tidak memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak. Oleh karena itu, dengan penghapusan SKCK sebagai syarat kerja, diharapkan dapat tercipta sistem rekrutmen yang lebih adil dan humanis, memberikan kesempatan bagi semua individu untuk memperbaiki hidup mereka.
Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), yang sebelumnya dikenal sebagai Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), adalah dokumen yang diterbitkan oleh Polri untuk mencatat riwayat hukum seseorang. SKCK sering menjadi syarat utama dalam melamar pekerjaan, mendaftar sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS), hingga kebutuhan administratif lainnya.
Bagi pencari kerja, terutama mereka yang memiliki catatan kriminal di masa lalu, SKCK kerap menjadi hambatan utama dalam mendapatkan pekerjaan. Padahal, menurut prinsip hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang adil tanpa diskriminasi, termasuk dalam dunia kerja.
Usulan Kemenkumham ini mendapat dukungan penuh dari Komite Mantan Preman Indonesia Istighfar (Kompii). Ketua Jenderal Kompii, Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, menegaskan bahwa persyaratan SKCK sebagai syarat kerja telah menjadi penghalang besar bagi mantan preman dan eks narapidana yang ingin bertobat dan menjalani hidup baru.
Menurutnya, banyak mantan preman yang telah berusaha meninggalkan kehidupan lama mereka, tetapi karena sulit mendapatkan pekerjaan akibat syarat SKCK, mereka akhirnya kembali ke dunia kriminal. Namun, khusus bagi anggota dan pengurus Kompii di seluruh Indonesia, kendala ini tidak menjadi masalah besar karena mereka telah mendapat pendampingan dan bantuan dalam mencari pekerjaan di bawah koordinasi langsung Jenderal Kompii.
Dengan adanya usulan ini, diharapkan pemerintah dan pihak terkait segera mengkaji kebijakan lebih lanjut untuk menciptakan regulasi yang lebih inklusif dalam dunia kerja. Masyarakat juga diimbau untuk memberikan kesempatan kedua bagi mantan narapidana dan mantan preman agar mereka bisa kembali berkontribusi secara positif di tengah masyarakat.
Bagi mereka yang ingin bergabung sebagai pengurus Kompii dan mendapatkan pendampingan dalam mencari pekerjaan, dapat menghubungi Call Center di 0811-8419-260.
Prof Sutan.