Berau, Kalimantan Timur — 20 Juni 2025,
Aktivitas pembalakan liar (ilegal logging) kembali menjadi sorotan tajam di Kalimantan Timur, tepatnya di sepanjang Jalan Poros Kelay, Kabupaten Berau. Investigasi gabungan dari sejumlah media lokal dan nasional menemukan tumpukan kayu hasil tebangan ilegal yang siap dikirim ke luar daerah, lengkap dengan dugaan jual-beli dokumen resmi palsu yang diduga melibatkan pihak tertentu.
Tim media mendapati bahwa praktik pembalakan liar terjadi secara masif di dalam kawasan hutan yang seharusnya dilindungi. Jenis kayu yang ditebang mencakup kayu bernilai tinggi seperti meranti, kruing, bangkirai, hingga ulin, yang kemudian diduga dikirim ke wilayah seperti Kutai Timur, Samarinda, dan Balikpapan, di mana harga jualnya jauh lebih tinggi.
Lebih dari sekadar penebangan tanpa izin, investigasi juga mengungkap dugaan kuat jual beli dokumen pengangkutan kayu ilegal. Pengakuan ini diutarakan seorang pengusaha, secara terbuka mengakui kepada wartawan bahwa dirinya menggunakan dokumen dari pihak lain untuk mengirim kayu keluar Berau—tindakan yang diakuinya sebagai pelanggaran hukum.
Meski belum ada penetapan tersangka, awak media menduga praktik ini tidak mungkin berjalan tanpa dukungan pihak internal atau oknum yang “bermain” di balik layar, termasuk kemungkinan keterlibatan aparat atau pejabat terkait. Kecurigaan ini diperkuat dengan lemahnya pengawasan di lapangan serta tidak adanya tindakan hukum meski aktivitas berlangsung terbuka.
Saat tim media menyusuri lokasi, terdengar jelas suara gergaji mesin yang beroperasi tanpa kendala. Ironisnya, aktivitas tersebut berlangsung tanpa rasa takut terhadap kehadiran aparat penegak hukum (APH).
Warga setempat menyebut aktivitas ilegal ini telah berlangsung cukup lama, namun baru terungkap setelah adanya laporan masyarakat dan investigasi media. Hingga kini, belum ada tindakan hukum yang terlihat nyata dari pihak berwenang.
Lokasi aktivitas pembalakan ilegal ini berada di sepanjang Jalan Poros Kelay, yang masih merupakan bagian dari kawasan hutan lindung di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Wilayah ini sejatinya masuk dalam area yang dilarang untuk segala bentuk eksploitasi hutan.
Dampak ekologis dari kegiatan ini sangat serius. Penggundulan hutan menyebabkan degradasi lingkungan, meningkatkan risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Masyarakat Kelay kini hidup dalam kecemasan, terutama saat musim hujan tiba.
Tak hanya berdampak ekologis, negara juga mengalami kerugian ekonomi akibat kehilangan potensi penerimaan dari hasil hutan yang dijarah tanpa prosedur legal.
Modus operandi yang terungkap mencakup penebangan kayu secara sistematis, penyimpanan kayu di tepi jalan untuk mempermudah pengangkutan, serta penggunaan dokumen pengangkutan palsu atau diperjualbelikan dari pihak ketiga.
Para pelaku memanfaatkan celah pengawasan yang lemah dan minimnya kehadiran petugas kehutanan untuk menjalankan operasinya.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pembalakan liar dapat dijatuhi hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar. Sementara itu, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga melarang penebangan pohon di kawasan hutan tanpa izin.
Selain pelaku utama, penadah dan pembeli hasil kayu ilegal juga dapat dijerat hukum melalui Pasal 480 KUHP, dengan ancaman pidana hingga 4 tahun penjara.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Dinas Kehutanan Kalimantan Timur maupun APH setempat terkait hasil investigasi ini. Beberapa pejabat yang dikonfirmasi hanya menyatakan akan ditindak lanjuti.
Masyarakat dan awak media mempertanyakan: Mengapa belum ada penindakan? Siapa yang bertanggung jawab? Apakah hukum akan terus bungkam?
Pemerintah daerah bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didesak untuk segera turun tangan. Tidak cukup hanya dengan imbauan atau janji—dibutuhkan tindakan konkret dan penegakan hukum tegas tanpa pandang bulu untuk menghentikan kejahatan kehutanan yang kian merajalela.
Jika dibiarkan, masyarakat Kelay tidak hanya kehilangan hutannya—mereka akan kehilangan masa depan.
Derap Kalimantan berkomitmen terus mengawal kasus ini dan menyerukan agar seluruh pihak bertanggung jawab, termasuk APH dan pemerintah, segera melakukan penindakan yang nyata.*****
Tim DK-RED