Samboja, Kutai Kartanegara – Aktivitas tambang pasir ilegal kembali mencuat di wilayah Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kegiatan yang diduga tidak berizin tersebut berlangsung di Kelurahan Teluk Pemedas dan semakin menggila saja tanpa memikirkan dampak lingkungan.
Warga yang geram atas dampak dari aktivitas tambang tersebut mengajak tim media untuk meninjau langsung lokasi tambang. Berdasarkan pantauan, mobil-mobil pengangkut pasir terlihat lalu lalang sejak pagi hingga larut malam, melintasi permukiman warga dengan membawa muatan pasir putih.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keresahannya terhadap pembiaran aktivitas ilegal tersebut. “Kami bingung kenapa aktivitas ini dibiarkan saja oleh pemerintah dan aparat. Kalau memang ilegal, seharusnya ada tindakan tegas,” ujarnya, Senin (5/5/2025).
Jalanan becek sepanjang lima kilometer harus dilalui tim media dan warga untuk mencapai lokasi. Setibanya di lokasi, ditemukan sejumlah titik galian C yang masih aktif, lengkap dengan alat berat seperti excavator yang digunakan untuk menggali dan memuat pasir ke truk.
Tambang ilegal itu disebut-sebut dikelola oleh seorang pria bernama Jumran. Hasil galian pasir dari lokasi tersebut diketahui didistribusikan ke berbagai daerah, termasuk ke Kota Balikpapan, dengan harga jual sekitar Rp800.000 per truk.
“Pasir diangkut dan diturunkan di pinggir jalan poros Balikpapan–Samboja, tak jauh dari SPBU Pemedas,” ungkap warga lainnya. Warga juga menyebutkan lokasi pengangkutan kerap menjadi titik kemacetan dan rawan kecelakaan.
Tak hanya tambang milik Jumran, masyarakat juga melaporkan keberadaan puluhan titik tambang ilegal lainnya yang tersebar di wilayah Sanipah, Andil Berkat, Gunung Habang, Tanjung, hingga Pemedas. Seluruh titik ini diduga kuat tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap kegiatan penambangan tanpa izin merupakan tindak pidana. Pasal 158 menyebutkan pelaku dapat dikenakan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Selain itu, Pasal 161 UU yang sama juga mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang dengan sengaja menampung, mengangkut, atau memperdagangkan hasil tambang ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa semua pihak yang terlibat dapat dijerat hukum.
Masyarakat menilai aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga telah merusak lingkungan dan mengganggu kenyamanan warga. Kerusakan jalan, kebisingan, hingga debu yang ditimbulkan menjadi keluhan utama warga.
“Kami minta agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak lagi menutup mata. Tindakan nyata sangat kami harapkan,” kata seorang tokoh masyarakat setempat dengan nada geram.
Masyarakat berharap pengaduan ini dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. Mereka menginginkan adanya ketegasan dalam penegakan hukum demi menjaga kelestarian lingkungan serta kenyamanan hidup masyarakat Samboja.(**).
Tim DK-RED