BUDAYA
JAKARTA– Pementasan Langen Mataya Bedhayan Gandrungmanis reaktualisasi tari berdasarkan naskah kuno akan berlangsung di Ruang Serba Guna Lt.4, Gedung Perpustakaan Nasional RI di Jln.Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat pada Minggu, 26 Oktober 2025 mulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan Penata Tari Naufal Anggito Yudhistira, serta Pemusik UKM.Karawitan Sekar Widya Makara UI.
Pertunjukan bertajuk Langen Mataya Bedhayan Gandrungmanis tersebut adalah suatu pentas yang mengusung semangat revitalisasi dan penggalian tari Jawa klasik gaya Surakarta.
Pada pementasan ini akan disajikan tari Bedhaya Gandrungmanis yang didasari pada proses penelitian disertasi Naufal Anggito Yudhistira di Universitas Indonesia (UI) terkait Bedhaya Gandrungmanis yang telah punah.
Tari Bedhaya Gandrungmanis pertama diciptakan atas prakarsa Pangeran Adipati Hangabehi dan dibesut ulang ketika beliau sudah bertahta sebagai Raja Sunan Pakubuwana VIII di Keraton Surakarta Hadiningrat.
Tari ini telah punah dan terakhir terlacak pada tahun 1973 dalam bentuk yang sudah disederhanakan.
Bedhaya Gandrungmanis sendiri mengangkat cerita Panji Jayakusuma atau yang populer disebut dengan istilah Panji Mbedhah Bali.
Tari ini berfokus pada peristiwa ketika Panji Asmarabangun menyamar sebagai kesatria bernama Klana Jayakusuma dan mengabdi di Kerajaan Ngurawan.
Klana Jayakusuma diutus oleh Raja Ngurawan untuk berperang menaklukan Bali.
Pertempuran tidak dapat terhindarkan antara pasukan Ngurawan yang dipimpin Klana Jayakusuma dengan paukan Bali.
Kisah berakhir dengan pertempuran antara Klana Jayakusuma melawan raja dari Bali yang bernama Prabu Jayalengkara.
Prabu Jayalengkara berhasil dikalahkan dan berubah wujud menjadi Dewi Sekartaji, kekasih dari Panji Asmarabangun yang selama ini hilang.
Kedua kekasih yang telah berpisah itu akhirnya kembali bersatu setelah lama terpisah.
Rekonstruksi Tari Dari Berbagai Naskah Kuno
Pada pementasan ini, rekonstruksi tari Bedhaya Gandrungmanis didasari pada berbagai naskah kuno dari pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20 serta juga didasari pada tradisi lisan.
Pementasan ini akan melibatkan berbagai penari dan pemusik muda dengan upaya mengenalkan kembali khazanah kesenian Jawa klasik bagi generasi muda.
Pementasan ini dilandasi pada keinginan untuk menghadirkan kembali kekayaan seni klasik yang telah hilang, memajukan naskah kuno sebagai bagian dari objek pemajuan kebudayaan, dan juga pengenalan cerita Panji sebagai warisan budaya UNESCO. (***)
Kontributor : Lasman Simanjuntak
Penerbit: Marihot