Berau, Kaltim – Polemik lahan eks PT Inhutani I kembali menjadi sorotan tajam di Kabupaten Berau, Kaltim. Dari total luas 22 hektare lahan eks PT. Inhutani I di Kelurahan Sei Bedungun, Kecamatan Tanjung Redeb, tercatat hanya 20 hektare yang masuk dalam berita acara pembagian lahan. Sementara 2 hektare sisanya hilang tanpa kejelasan, Senin, (15/9/2025).
Berdasarkan sejarah awal/latar belakang PT. Inhutani I Berau atas kepemilikan tanah dengan luas lebih kurang 22 hektar dan yang telah digarap oleh masyarakat (kelompok tani suka maju).
Kesepakatan yang pernah dilakukan dan ditandatangani pada Juli 2021, disepakati pembagian 20 hektare lahan sebagai berikut:
10 hektare untuk Pemerintah Kabupaten Berau, dengan prioritas penggunaan untuk pembangunan RSUD Tanjung Redeb, kemudian 10 hektare untuk PT Inhutani I Berau
Berita acara tersebut ditandatangani oleh Wakil Bupati Berau dan Wakil Ketua DPRD Berau serta dengan Direktur Utama PT Inhutani I, Ir. Oman Suherman mewakili perusahaan saat itu.
Namun, fakta yang berkembang menunjukkan bahwa total lahan PT Inhutani I di lokasi tersebut sebenarnya mencapai 22 hektare. Artinya, ada 2 hektare lahan yang tak disebutkan dalam kesepakatan antara Pemda Berau dengan PT. Inhutani I saat itu.
Polemik ini mencuat kembali setelah warga di sekitar Jalan Sultan Agung menyuarakan kekecewaannya. Mereka mengaku telah lama bermukim namun selalu dijanjikan legalitas tanah yang tak kunjung terealisasi.
Ironisnya, menurut pengakuan warga, justru ada dugaan dilakukan penerbitan sertifikat tanah seluas sekitar 2,8 hektare untuk perusahaan, oknum pengusaha, bahkan oknum pejabat. “Apa bedanya mereka dengan kami sebagai warga? Kok bisa ada pembedaan. Kami selalu dijanji, tapi tidak pernah ditepati,” ucap salah seorang warga kepada media.
Dugaan pun menguat bahwa 2 hektare lahan yang hilang tersebut dicurigai dinikmati oknum pejabat daerah melalui skema gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan.
Modus yang ditengarai terjadi adalah pertemuan tertutup antara oknum pejabat dan pihak perusahaan, yang menghasilkan kesepakatan tersembunyi di luar berita acara resmi.
Praktik ini dinilai sebagai bentuk manipulasi pembagian lahan, dengan “memangkas” data resmi sehingga menyisakan ruang gelap untuk kepentingan tertentu.
Jika dugaan itu benar, kasus ini berpotensi menjerat pihak-pihak terkait pada sejumlah aturan hukum, di antaranya:
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor:
Pasal 12B: Gratifikasi kepada pejabat publik dianggap suap jika terkait dengan jabatan.
Pasal 3: Penyalahgunaan kewenangan demi keuntungan pribadi dapat dipidana.
UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan: Melarang pejabat menggunakan kewenangan untuk kepentingan di luar publik.
Pasal 55 KUHP: Mengatur tentang turut serta apabila perbuatan dilakukan bersama-sama.
Publik kini menuntut keterbukaan dari Pemerintah Kabupaten Berau dan aparat penegak hukum untuk menjelaskan ke mana sebenarnya 2 hektare lahan itu mengalir.
Pertanyaan besar dari warga yang terus menggantung: Siapa yang menikmati 2 hektare lahan misterius tersebut?
Tim DK – RED.
Bersambung ….