Derap Kalimantan. Com | Samarinda, 12 Mei 2025 — Proyek pembangunan terowongan senilai Rp395.792.799.000 di kawasan Gunung Manggah, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, mengalami longsor meski belum diresmikan. Peristiwa ini terjadi setelah hujan deras mengguyur kawasan tersebut, dan menimbulkan kekhawatiran serius soal kualitas material dan pengawasan proyek yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Samarinda.
Terowongan tersebut dibangun dengan tujuan untuk mengatasi kemacetan di Jalan Otto Iskandar Dinata dan Sultan Alimuddin, serta meningkatkan keselamatan lalu lintas di kawasan padat kendaraan itu. Namun ironisnya, sebelum difungsikan secara resmi, bagian struktur bangunan sudah mengalami kerusakan yang cukup parah.
Pihak kontraktor yang ditemui awak media di lokasi enggan memberikan keterangan resmi terkait insiden ini. Mereka berdalih bahwa segala bentuk informasi harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda. Sikap tertutup ini memicu kecurigaan akan transparansi dalam pelaksanaan proyek besar tersebut.
Kondisi rusaknya terowongan ini memunculkan pertanyaan serius dari masyarakat dan media, mengingat anggaran yang digunakan berasal dari pajak rakyat. Proyek dengan nilai yang fantastis ini seharusnya mendapat pengawasan ketat, baik dari pihak pemerintah, DPRD, hingga masyarakat umum. Apalagi, keselamatan warga menjadi taruhan jika konstruksi tidak sesuai dengan standar keamanan yang semestinya.
Menurut pantauan di lapangan, longsor terjadi tepat di sisi utara badan terowongan. Material tanah dan bebatuan terlihat mengendap di dalam area konstruksi yang sedang dalam tahap penyelesaian akhir. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, namun kerusakan tersebut diperkirakan akan menambah waktu dan biaya pengerjaan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas PUPR maupun Wali Kota Samarinda. Masyarakat menuntut agar dilakukan investigasi menyeluruh terhadap kualitas bahan bangunan yang digunakan oleh pihak kontraktor. Dugaan sementara, material tidak tahan terhadap cuaca ekstrem menjadi penyebab utama longsor.
Penting untuk dicatat bahwa proyek ini merupakan salah satu program strategis pemerintah kota dalam menata lalu lintas dan mempercepat mobilitas warga. Harapan besar pun disematkan pada pembangunan ini. Namun, kenyataan bahwa belum diresmikan saja sudah mengalami kerusakan menunjukkan adanya kemungkinan keteledoran atau bahkan kelalaian dalam pelaksanaan teknis.
Media memiliki peran penting dalam mengawasi pembangunan infrastruktur publik seperti ini. Pengawasan ketat dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, hingga auditor independen mutlak diperlukan agar proyek dengan anggaran besar tidak menjadi ladang penyimpangan.
Kini masyarakat menunggu sikap tegas dari pemerintah Kota Samarinda dalam menangani persoalan ini. Apakah akan dilakukan audit menyeluruh, ataukah proyek ini tetap dilanjutkan tanpa evaluasi mendalam, semuanya akan sangat menentukan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan pihak terkait.
Insiden ini seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh pemangku kepentingan. Proyek pembangunan, terutama yang menggunakan dana publik, harus mengedepankan kualitas, keselamatan, dan transparansi. Jangan sampai janji pembangunan justru berujung pada kerugian bagi rakyat yang membiayainya.(**).
Tim DK.