Jakarta, 27 Desember 2025 —Ketua Nasional Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRCPPA), Bunda Jeny Claudya Lumowa, menyampaikan keprihatinan atas penanganan kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS.FS) yang dilaporkan oleh korban dan saat ini menetapkan ANDY JAYA sebagai tersangka sekaligus Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Jakarta Utara.
Kasus ini bermula dari aduan korban TPKS.FS yang diterima TRCPPA. Berdasarkan informasi kepolisian, tersangka ANDY JAYA telah ditetapkan sebagai DPO melalui Surat Daftar Pencarian Orang Nomor: DPO/117/XI/1.24.2025/RES tertanggal 4 November 2025. Namun hingga akhir Desember 2025, TRCPPA menilai publikasi resmi DPO, termasuk foto tersangka, belum dilakukan secara terbuka sebagaimana praktik standar penanganan DPO pada umumnya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini antara lain:
* Korban TPKS.FS
* ANDY JAYA (tersangka/DPO)
* Polres Jakarta Utara
* Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRCPPA)
Berdasarkan penelusuran terbuka, ANDY JAYA diketahui pernah bekerja sebagai manajer IT di Indomaret, sebuah perusahaan ritel nasional yang berlokasi di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. TRCPPA juga menyoroti informasi bahwa setelah yang bersangkutan tidak lagi aktif bekerja, istri tersangka justru masuk bekerja di perusahaan yang sama dan menduduki posisi manajerial, yang kemudian menimbulkan pertanyaan publik.
“Ini menjadi pertanyaan masyarakat. Suami berstatus DPO, sementara istri dapat beraktivitas seperti biasa. Apakah ada unsur ikut serta atau tidak, tentu itu ranah penegak hukum yang harus menjelaskan,” ujar Bunda Jeny Claudya Lumowa.
* Surat DPO diterbitkan: 4 November 2025
* Hingga rilis ini dibuat: 27 Desember 2025, belum terdapat publikasi resmi DPO secara luas menurut TRCPPA.
Kasus ini ditangani oleh Polres Jakarta Utara, dengan dugaan peristiwa pidana terjadi di wilayah hukum Jakarta Utara.
TRCPPA menilai terdapat ketidaksesuaian antara status DPO dengan langkah-langkah lanjutan penegakan hukum, khususnya terkait:
* Belum dipublikasikannya foto resmi DPO
* Minimnya informasi terbuka mengenai upaya pencarian dan pencekalan
* Lamanya proses penanganan meskipun status DPO telah ditetapkan
Selain itu, TRCPPA menyampaikan adanya dugaan dan pertanyaan publik mengenai kemungkinan keterlibatan atau kelalaian internal aparat, khususnya di bagian Reserse Kriminal (Reskrim), yang dinilai perlu klarifikasi resmi agar tidak menimbulkan spekulasi liar dan menurunkan kepercayaan masyarakat.
TRCPPA menyatakan akan:
1. Mengawal dan memantau perkembangan kasus secara berkelanjutan
2. Mendorong transparansi kepolisian, termasuk keterbukaan dokumen seperti SP2HP dan bukti pencekalan sesuai ketentuan hukum
3. Meminta klarifikasi resmi dari Polres Jakarta Utara terkait penanganan DPO dan dugaan yang berkembang
4. Mengadvokasi korban agar memperoleh keadilan dan kepastian hukum
Kami tidak menuduh, namun kami meminta kejelasan dan keterbukaan. Ini penting agar korban mendapatkan keadilan dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum tetap terjaga,”* tegas Bunda Jeny.
TRCPPA menegaskan bahwa perlindungan korban TPKS merupakan prioritas utama dan mengharapkan aparat penegak hukum dapat bertindak profesional, transparan, dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.**
Tim DK.















