JAKARTA,-Sebuah surat terbuka dari pakar pertahanan, Prof. Dr. Connie Rahakundini Bakrie, kepada Presiden Prabowo Subiyanto
Dalam surat tersebut, Prof. Connie menyoroti
Perihal: Penguatan Kedaulatan Nasional di Kawasan Industri Strategis
Morowali dan Sistem Pengawasan Negara, Surat ini diunggah dalam akun Instagram pribadi miliknya Kamis (27/11/2025).
Sebagai akademisi dan warga negara yang mencintai Republik ini, izinkan saya menyampaikan keprihatinan mendalam saya mengenai kondisi pengawasan negara di kawasan industri strategis.
Morowali sebuah kawasan yang tidak hanya memegang peranan penting dalam
ekonomi nasional, tetapi juga menyentuh inti dari kedaulatan data, kedaulatan industri, dan kedaulatan keamanan nasional tulis Prof.Connie
Dikatakanya “Morowali berkembang jauh lebih cepat daripada sistem pengawasan negara, Investasi yang masif-baik asing maupun domestik-tidak diimbangi mekanisme
kontrol yang tegas dan terpadu sebagaimana diperintahkan oleh:
⚫ UU No. 4/2011 tentang Informasi Geospasial (otoritas tunggal BIG)
⚫UU Minerba No. 3/2020
.Perpres 82/2022 Hilirisasi
⚫UU No. 34/2004 tentang TNI (pengamanan Obvitnas)
• Perkap 3/2019 (pengamanan objek vital oleh Polri)
Keterlambatan negara dalam memperkuat koordinasi ini melahirkan celah strategis―
mulai dari pengawasan data geospasial, keberadaan tenaga kerja asing, potensi
kebocoran informasi, hingga lemahnya integrasi keamanan kawasan. Lebihvlanjut Connie menekankan
Bahwa “Morowali bukan hanya kawasan industri; Morowali adalah titik strategis baru dalam perebutan pengaruh global atas critical minerals/rare earth materials.
Ketika data geospasial, perizinan, tata ruang, dan infrastruktur digital tidak berada sepenuhnya dalam kendali negara, maka kita sedang membuka pintu risiko yang jauh
lebih besar daripada sekadar persoalan ekonomi-yaitu kehilangan kendali atas
jantung strategis negara.
Banyak regulasi sudah sangat jelas. Namun koordinasi antar lembaga-BIG, ESDM, Marves, Kemenperin, TNI, Polri, hingga Pemda-sering berjalan parsial dan tidak
sistemik. Situasi ini menciptakan ruang abu-abu yang tidak boleh dibiarkan.
Negara tidak boleh kalah cepat dari arus investasi, apalagi sampai tertinggal dalam
pengamanan informasi dan aset vital. Karenanya, dengan penuh hormat, saya
memohon agar Bapak Presiden:
1. Menginstruksikan audit menyeluruh atas tata kelola data, keamanan, dan investasi di Morowali.
2. Memperkuat peran BIG sebagai otoritas tunggal data geospasial, tanpa
pengecualian.
3. Membangun Komando Pengawasan Terpadu Obvitnas yang melibatkan
TNI, Polri, BIG, dan lembaga teknis.
4. Merevisi mekanisme perizinan yang selama ini terlalu sektoral dan mudah diintervensi.
5. Menegaskan kembali Morowali sebagai kawasan kedaulatan strategis, bukan sekadar kawasan investasi.
Indonesia membutuhkan kepemimpinan Presiden untuk mengoreksi kelemahan
struktural ini agar tidak menjadi bom waktu bagi masa depan Republik. Sebagai
bangsa besar, kita tidak boleh menunggu krisis datang untuk bertindak.
Morowali adalah cermin bagaimana negara harus hadir lebih cepat, tegas dan cerdas.
Surat ini saya sampaikan bukan untuk menyalahkan siapa pun, tetapi untuk
mengingatkan bahwa: Kelalaian terhadap objek vital adalah kelalaian terhadap
kedaulatan. Dan kedaulatan tidak boleh dinegosiasikan.
Semoga Bapak Presiden berkenan menjadikan seruan ini sebagai bahan pertimbangan dalam memperkuat kembali fondasi kedaulatan negara tutup Connie.***
Tim DK















