Jakarta, DerapKalimantan. Com | Harga obat yang tinggi di Indonesia bukanlah permasalahan baru. Biaya pengobatan yang mahal menjadi beban bagi masyarakat, berbeda dengan negara-negara seperti Jerman dan Turki yang menawarkan harga obat dan layanan kesehatan yang jauh lebih terjangkau. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, SH, MH, dalam keterangannya kepada awak media pada Kamis (13/2/2025).
Menurut Prof. Sutan, salah satu contoh perbedaan harga yang mencolok adalah Ventolin Inhaler, obat asma yang di Turki hanya seharga Rp35.000 per botol, sementara di Indonesia harganya mencapai Rp130.000 dan di pasar gelap pun tetap mahal, sekitar Rp100.000. Padahal, kandungan dan kualitasnya sama. Contoh lainnya, fenitoin, obat untuk kejang, di Turki hanya Rp2.500 per tablet, sementara di Indonesia harganya mencapai Rp13.000 per tablet.
“Kondisi ini sudah berlangsung lama karena pemerintah tidak menetapkan regulasi yang mengendalikan harga obat. Padahal, obat adalah bagian dari ketahanan negara. Begitu pula dengan layanan kesehatan, mengapa operasi medis di luar negeri bisa lebih murah dibandingkan di Indonesia?” ujar Prof. Sutan.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa sekitar 70% masyarakat Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri karena harga yang lebih terjangkau dan layanan yang lebih baik. Padahal, Indonesia memiliki industri farmasi sendiri dan dapat memproduksi obat-obatan dengan harga yang lebih murah jika kebijakan pajak lebih berpihak kepada rakyat.
Dorongan untuk Regulasi Harga Obat dan Layanan Kesehatan
Prof. Sutan menegaskan bahwa harga obat dan layanan kesehatan harus dikendalikan langsung oleh negara, bukan oleh pihak-pihak swasta yang menguasai industri farmasi dan rumah sakit. Menurutnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus berperan lebih aktif dalam mengawasi harga dan kualitas obat guna memastikan keadilan bagi masyarakat.
“Kita harus belajar dari Jerman, Turki, dan negara-negara Eropa lainnya yang mengutamakan kesejahteraan rakyat dalam sistem kesehatan mereka. Jika negara lain bisa, Indonesia juga mampu,” tegasnya.
Oleh karena itu, Prof. Sutan menghimbau kepada Presiden RI Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto untuk menetapkan sistem harga satu pintu yang berada di bawah kendali negara. Dengan regulasi dan sanksi yang tegas bagi pelanggar, ia yakin harga obat dan pelayanan kesehatan bisa lebih murah, sehingga masyarakat tidak perlu lagi berobat ke luar negeri.
“Jika harga dikendalikan oleh negara, masyarakat tidak akan dirugikan, dan Indonesia bisa memiliki sistem kesehatan yang lebih adil dan terjangkau bagi semua,” pungkasnya.
Narasumber: Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, SH, MH.