JAKARTA – Demi mencari keadilan, Masyarakat Adat Marjun dari Desa Dumaring/Capuak, Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, resmi melaporkan dugaan penyerobotan tanah seluas kurang lebih 1.800 hektar oleh PT Tanjung Buyu Perkasa Plantation (PT TBPP) ke Kejaksaan Agung RI, Senin (29/9/2025). Lahan tersebut diduga digunakan perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit.
Langkah ini ditempuh setelah laporan yang mereka ajukan sejak Desember 2024 tidak kunjung mendapat kejelasan hukum. Perwakilan masyarakat adat, Abdul Mansur, menegaskan bahwa perjalanan jauh ke Jakarta dilakukan semata-mata untuk memperjuangkan keadilan.
“Kami hanya ingin laporan kami benar-benar diproses dan mendapat kepastian hukum,” ujar Mansur dalam siaran tertulis, Sabtu (4/10/2025).
Dalam laporan yang ditandatangani Abdul Mansur, pihaknya meminta Jaksa Agung menindaklanjuti pengaduan bernomor 007/ulyt-MRIN/III/2025, tertanggal 17 Maret 2025. Surat tersebut sebelumnya telah diterima oleh PTSP Kejati Kaltim pada 17 Desember 2024.
Namun hingga lebih dari enam bulan setelahnya, masyarakat adat belum menerima perkembangan yang jelas.
Proses Berliku Sejak 2024
Awalnya, masyarakat adat melaporkan dugaan penyerobotan lahan ke Polsek Talisayan pada 11 Desember 2024. Alih-alih diproses, mereka justru diminta membuat laporan baru ke Polres Berau. Bagi warga, hal ini janggal karena seharusnya Polsek yang melimpahkan laporan ke tingkat Polres, bukan mengulang proses administrasi dari awal.
Tak berhenti di situ, aduan juga disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur pada 17 Desember 2024, dan diterima pejabat bernama Novita Sari, A.Md.Ak. Ada harapan ketika pada 30 April 2025 Kejaksaan Negeri Berau bersama tim BPN Berau melakukan peninjauan lapangan atas perintah Kejati Kaltim. Namun, pasca peninjauan tersebut, laporan kembali jalan di tempat.
Merasa diabaikan, masyarakat adat bersama Ketua Tanah Ulayat Marjun, M. Shabiruddin, akhirnya mendatangi langsung Kejaksaan Agung RI di Jakarta pada 29 September 2025.
“Dengan biaya pribadi, kami menempuh perjalanan jauh demi menyuarakan kembali laporan dugaan penyalahgunaan ini agar memperoleh tindak lanjut hukum yang pasti,” tegas Mansur.
Isi Laporan
Dalam laporan terbaru yang diajukan ke Jaksa Agung dengan Nomor: 009/ulyt/MRJN/IX/2025, terdapat sejumlah poin pengaduan, antara lain:
Dugaan perusakan jalan usaha tani di Kampung Capuak yang dibangun dengan dana desa, namun dirusak oleh PT TBPP untuk dijadikan parit dengan alasan masuk dalam HGU perusahaan.
– Dugaan aktivitas perkebunan PT TBPP di luar batas Hak Guna Usaha (HGU).
– Dugaan pengelolaan limbah yang tidak sesuai izin Andal.
– Dugaan pengalihan aliran sungai alami.
– Dugaan adanya galian C ilegal yang meninggalkan bekas.
– Dugaan tidak adanya garis sepadan sungai.
– Dugaan adanya proyek jalan usaha tani “siluman” tanpa papan informasi resmi.
Terlampir data tambahan hasil peninjauan lapangan oleh tim Pemda pada 29 September 2021.
Harapan Masyarakat Adat
Mansur menegaskan bahwa langkah mereka sesuai dengan imbauan Jaksa Agung RI agar masyarakat aktif melaporkan indikasi penyalahgunaan yang merugikan negara maupun masyarakat.
Kini, publik menunggu respons Kejaksaan Agung terhadap laporan yang sudah berbulan-bulan tidak menemukan titik terang ini.
“Kami yakin Kejaksaan Agung masih menjadi harapan bagi masyarakat adat untuk memperoleh kepastian hukum yang berpihak pada rakyat, khususnya bagi Masyarakat Adat Marjun yang telah lama menantikan keadilan,” pungkasnya.
Tim DK – RED















