TANJUNG SELOR – Polemik terkait besarnya anggaran perjalanan dinas Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) akhirnya menemukan titik terang. Setelah sempat dibantah oleh sejumlah pejabat pemerintah daerah, Ketua DPRD Provinsi Kaltara, Achmad Djufrie, membenarkan bahwa total anggaran perjalanan dinas tahun 2025 memang mencapai Rp185 miliar.
Awal Polemik: Bantahan dari Pejabat Pemprov
Sebelumnya, informasi mengenai besarnya anggaran perjalanan dinas itu sempat ramai diberitakan di berbagai media online dan media sosial. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kaltara, Denny Harianto, menyebut bahwa angka Rp185 miliar tersebut adalah informasi hoaks.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Plt Kepala Biro Hukum Pemprov Kaltara, Hasnan Mustaqim, melalui Bagian Bantuan Hukum, Indrayadi Purnama Saputra, M.H., yang bahkan mengancam akan menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang menyebarkan kabar tersebut.
Namun, bantahan tersebut kini terbantahkan. Fakta baru yang diungkap DPRD menunjukkan bahwa angka Rp185 miliar itu tercantum jelas dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 9 Tahun 2025, yang menjadi dasar hukum penyusunan APBD Kaltara tahun anggaran 2025.
DPRD Kaltara: Angka Rp185 Miliar Sesuai Pergub.
Ketua DPRD Kaltara, Achmad Djufrie, dalam keterangan yang disampaikan melalui pesan WhatsApp, menegaskan bahwa data tersebut benar adanya.
“Kenyataannya memang begitu, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing perangkat daerah. Kalau soal pemangkasan atau efisiensi, itu kewenangan Gubernur karena itu rumahnya pemerintah,” ujarnya.
Menurut Achmad, angka tersebut berasal dari pengajuan resmi Pemprov Kaltara kepada DPRD, dan pelaksanaannya sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan kepala daerah.
“Selama penggunaan anggaran tersebut tidak fiktif dan sesuai ketentuan, maka secara administratif tidak ada pelanggaran,” tambahnya.
Ia menegaskan, perjalanan dinas sah dilakukan sepanjang kegiatan itu benar-benar berkaitan dengan urusan pemerintahan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
“Yang penting bukan perjalanan fiktif atau penyimpangan lainnya, karena anggaran itu berasal dari pengajuan resmi Pemprov,” tegasnya.
Pernyataan dari DPRD ini membuat publik kini menantikan klarifikasi lanjutan dari pihak eksekutif, terutama terkait perbedaan pernyataan antara Pemprov dan DPRD. Jika benar angka Rp185 miliar tercantum dalam Pergub Nomor 9 Tahun 2025, maka Pemprov Kaltara dinilai perlu menyampaikan penjelasan terbuka agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Selain itu, pengungkapan ini juga menyoroti pentingnya transparansi anggaran perjalanan dinas, yang selama ini sering menjadi sorotan karena rawan disalahgunakan untuk kegiatan fiktif atau tidak relevan dengan tupoksi.
Langkah Hukum Jika Ada Indikasi Penyimpangan
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya indikasi perjalanan dinas fiktif atau penyalahgunaan dana, maka langkah-langkah hukum yang dapat ditempuh meliputi:
Inspektorat Daerah wajib melakukan audit terhadap penggunaan anggaran perjalanan dinas, termasuk pemeriksaan surat perintah perjalanan dinas (SPPD), laporan hasil perjalanan, dan laporan pertanggungjawaban biaya (LPJ).
Jika audit menemukan adanya indikasi kerugian keuangan daerah, maka hasil audit dapat diteruskan ke Kejaksaan Negeri atau Kejati, untuk penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi, atau ke Polda Kaltara jika ada unsur pidana umum seperti pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP).
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perjalanan dinas fiktif dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau perbuatan memperkaya diri sendiri/orang lain yang merugikan keuangan negara, dengan ancaman pidana 4–20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor).
Jika terbukti terjadi kerugian keuangan daerah, pelaku wajib mengembalikan dana sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Inspektorat. Namun, pengembalian dana tidak otomatis menghapus tindak pidana jika terdapat unsur korupsi.
Peran DPRD dan Publik dalam Pengawasan
DPRD memiliki fungsi pengawasan untuk memastikan anggaran digunakan secara tepat sasaran. Lembaga ini berhak meminta klarifikasi resmi dari Pemprov dan meninjau kembali program perjalanan dinas di setiap OPD.
Sementara itu, masyarakat dan LSM juga dapat berperan aktif melaporkan dugaan penyimpangan ke Ombudsman RI, KPK, atau Kejaksaan agar pengawasan publik terhadap penggunaan APBD Kaltara semakin kuat.
Kasus ini menunjukkan pentingnya keterbukaan informasi publik dan sinergi antara DPRD dan Pemprov dalam menjaga akuntabilitas keuangan daerah. Dengan nilai anggaran perjalanan dinas yang mencapai Rp185 miliar, transparansi dan pengawasan menjadi kunci utama untuk memastikan dana rakyat digunakan secara tepat dan tidak menimbulkan kecurigaan adanya penyimpangan.
Tim DK Kaltara – RED.















