Gorontalo – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (DPD AKPERSI) Provinsi Gorontalo, Imran Uno, menyatakan sikap tegas terhadap upaya pelaporan pidana terhadap wartawan yang melakukan kerja jurnalistik. Ia mengecam langkah pemilik Hotel Golden Sri yang melaporkan media dan wartawan ke pihak kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik, menyusul pemberitaan berjudul “Menguak Indikasi Eksploitasi Seksual Digital: Desakan Investigasi Terhadap Dugaan Prostitusi di Hotel Golden Sri.”
Menurut Imran, tindakan tersebut merupakan bentuk intimidasi dan ancaman nyata terhadap kebebasan pers. “Ini bukan sekadar soal satu berita, tetapi menyangkut masa depan demokrasi kita. Ketika wartawan bekerja berdasarkan fakta dan asas praduga tak bersalah, namun justru direspons dengan laporan pidana, maka itu adalah bentuk pembungkaman sistematis,” tegasnya dalam pernyataan resmi, Rabu (16/4/2025).
Imran menjelaskan bahwa pemberitaan yang dimaksud telah disusun dengan penuh kehati-hatian, tidak menyebut identitas secara terang, serta menggunakan kata “dugaan” sebagai bentuk kepatuhan terhadap prinsip presumption of innocence. “Media menyajikan fakta hasil investigasi, bukan opini atau fitnah. Jika kemudian dibalas dengan pelaporan ke polisi, maka itu adalah bentuk arogansi anti-demokrasi,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa sesuai Pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan wajib menggunakan hak jawab dan hak koreksi. “Bukan langsung melompat ke jalur pidana tanpa melalui mekanisme etik yang diatur undang-undang,” tambahnya.
Lebih lanjut, Imran menyoroti Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang menyatakan bahwa tindakan yang menghambat kerja jurnalistik bisa dipidana hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta. “Ini bukan hanya soal etika demokrasi yang dilanggar, tapi juga soal hukum yang diabaikan,” ujarnya.
Menanggapi situasi ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat AKPERSI, Rino Triyono, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam jika ada wartawan yang diintimidasi, diancam, atau dikriminalisasi saat menjalankan tugas jurnalistik. “Wartawan yang tergabung dalam AKPERSI telah menjalankan kerja sesuai Kode Etik Jurnalistik dan dilindungi UU Pers. Jika ada pihak yang mengancam atau mengintimidasi, kami akan teruskan ke Mabes Polri dan mendesak tindakan tegas,” ujar Rino melalui sambungan telepon.
AKPERSI menegaskan bahwa wartawan bukan penyebar gosip, tetapi profesi resmi yang tunduk pada hukum dan etika. Oleh karena itu, setiap upaya kriminalisasi terhadap media yang menjalankan fungsi kontrol sosial akan dilawan secara hukum dan konstitusional.
Imran juga mendesak pemerintah daerah dan aparat kepolisian untuk menyelidiki substansi pemberitaan yang telah disampaikan. “Jika memang ditemukan indikasi pelanggaran hukum seperti eksploitasi seksual digital atau praktik prostitusi terselubung di Hotel Golden Sri, maka harus ada penindakan hukum dan sanksi administratif sesuai aturan,” tegasnya.
Namun demikian, ia menyatakan bahwa jika dugaan dalam laporan tersebut terbukti tidak benar, maka media pun siap memberikan ruang untuk hak jawab dan klarifikasi. “Inilah prinsip jurnalisme yang sehat: adu data, adu argumen, bukan saling melapor ke polisi,” pungkasnya.
Jurnalis:Marihot