Berau, DerapKalimantan.com – Sebuah gudang di Maluang, Kecamatan Gunung Tabur, diduga menjadi lokasi penimbunan BBM solar subsidi. Praktik ini terungkap setelah tim media menelusuri pergerakan kendaraan pengetap yang kerap mengantre di SPBU sebelum menuju lokasi pembongkaran di gudang tersebut. Diperkirakan, terdapat 3 hingga 5 ton BBM solar hasil antrean dari SPBU yang ditimbun di lokasi tersebut.(15/2).
Gudang BBM Bersubsidi Ditemukan, Diduga Terlibat Praktik Ilegal
Saat tiba di lokasi, tim media menemukan sikitar enam tandon serta puluhan jeriken berisi BBM solar. Keberadaan bahan bakar (BBM) bersubsidi dalam jumlah besar ini semakin menguatkan dugaan praktik penimbunan yang melanggar hukum.
Selain BBM, aktivitas tambang pasir juga ditemukan di area tersebut. Investigasi lebih lanjut mengungkap bahwa BBM solar tersebut diduga diperoleh dari kendaraan pengetap yang mengumpulkannya melalui SPBU sebelum disimpan di gudang.
Pemilik Gudang Akui Penggunaan BBM Bersubsidi
Saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, pemilik gudang berinisial NS mengakui bahwa BBM yang dikumpulkannya berasal dari antrean mobil miliknya di SPBU. Dalam percakapan dengan awak media, NS berusaha membantah bahwa aktivitasnya tergolong penimbunan ilegal, dengan alasan BBM tersebut hanya digunakan untuk operasional kendaraan dan kapal namun fakta lain ada sebuah alat exavator untuk kegiatan penambangan pasir.
Namun, NS juga mengungkap bahwa ada empat kendaraan yang rutin mengantre di SPBU untuk mengumpulkan BBM, yang kemudian digunakan diduga untuk kegiatan usaha tambang pasir. Hal ini memperkuat indikasi penyalahgunaan BBM subsidi, yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak, bukan untuk kepentingan bisnis.
Potensi Pelanggaran Hukum
Tindakan ini berpotensi melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga enam tahun serta denda maksimal Rp60 miliar. Selain itu, aktivitas tambang pasir di lokasi tersebut juga menimbulkan pertanyaan terkait legalitas dan dampak lingkungan, yang dapat dijerat berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana diperbarui dalam UU Cipta Kerja, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2,5 miliar.
Harapan untuk Penegakan Hukum
Mengingat dampak negatif dari praktik penyalahgunaan BBM subsidi, awak media berharap aparat penegak hukum, khususnya Kapolres Berau, segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku agar distribusi BBM subsidi tetap tepat sasaran. Upaya konfirmasi lebih lanjut terhadap NS telah dilakukan, dan yang bersangkutan mengakui bahwa BBM yang ditimbun merupakan miliknya.
Tim Liputan Derap Kalimantan