Berau, Kaltim | Derap Kalimantan – Keputusan pemerintah mengenai penciutan konsesi tambang PT Berau Coal menyisakan pertanyaan besar di tengah masyarakat. Dari luas awal 108.000 hektar, kini wilayah operasional perusahaan hanya tersisa 70.800 hektar, menyusul perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berdasarkan Surat Keputusan Nomor SK 1/1/IUPK/PMA/2025. Kebijakan ini diumumkan melalui laman resmi modi.esdm.go.id pada 31 Januari 2025 dan berlaku hingga 26 April 2035.
Drs. H. Makmur HAPK, mantan Bupati Berau, mengungkapkan kepada media bahwa kebijakan ini bukanlah hal baru. Sejak masa kepemimpinannya, ia telah dua kali mengusulkan pembatasan wilayah tambang, yakni pada 18 Oktober 2005 melalui Surat Nomor 540 serta pada tahun 2013 melalui Surat Nomor 501. Fokus utama dari usulan tersebut adalah wilayah Prapatan, yang dinilai tidak layak untuk kegiatan pertambangan karena faktor permukiman penduduk serta kedekatannya dengan ibu kota kabupaten.
Namun, kebijakan ini berubah setelah masa jabatannya berakhir. Pada tahun 2020, Bupati yang menggantikannya menerbitkan rekomendasi melalui Surat Nomor 118 yang memberikan peluang bagi PT Berau Coal untuk melakukan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut. Meski demikian, Drs. H. Makmur HAPK menekankan bahwa sejumlah persyaratan dan kewajiban telah diajukan kepada perusahaan untuk tetap melindungi kepentingan masyarakat.
Menanggapi penciutan 30.000 hektar konsesi tambang, Drs. H. Makmur HAPK meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan verifikasi menyeluruh terhadap status lahan yang telah dilepas oleh PT Berau Coal. Kejelasan status lahan ini, menurutnya, sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat Berau tidak kehilangan hak atas wilayah yang berpotensi untuk pembangunan dan kesejahteraan.
“Jika lahan yang diciutkan masih dalam kondisi belum pernah ditambang, ini menjadi peluang besar bagi Pemda untuk mengoptimalkan pengelolaannya, misalnya melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, jika yang dilepas adalah lahan bekas tambang, maka ini tentu mengecewakan, mengingat keterbatasan pemanfaatannya,” tegasnya.
Drs. H. Makmur HAPK juga mendesak Pemda untuk segera memastikan lokasi pasti dari lahan yang diciutkan guna menghindari potensi kerugian bagi masyarakat serta memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar menguntungkan daerah.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT Berau Coal maupun Pemda mengenai rencana pemanfaatan lahan hasil penciutan konsesi tersebut. Drs. H. Makmur HAPK pun mendorong adanya transparansi dari pihak-pihak terkait agar polemik ini tidak berlarut-larut dan kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.(**)
Tim DK