Kejaksaan Agung, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 10 (sepuluh) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 22 Oktober 2024.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Zaenal Arifin bin Mukhlis dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pekalongan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kejadian perkara bermula saat Tersangka Zaenal Arifin bin Mukhlis melihat-lihat barang-barang di pasar kedungwuni dan karena merasa memiliki kebutuhan membayar anak sekolah ketika melihat 1 (satu) unit Sepeda Motor Honda Supra tahun 2002, Warna Hitam dengan Nomor Rangka: MH1KEV8162K454792, Nomor Mesin : KEV8E1454246, Nomor Polisi : G-4790-YB yang terparkir di belakang Blok F kompleks Pasar Kedungwuni, Kelurahan Kedungwuni Timur, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan.
Selanjutnya Tersangka Zaenal Arifin bin Mukhlis menaiki sepeda motor tersebut dan diselah agar bisa menyala karena posisi lubang kunci sudah on namun tidak ada kontak, setelah Sepeda Motor tersebut bisa menyala kemudian oleh tersangka dibawa kabur untuk dijual untuk bayar keperluan anak sekolah.
Kemudian Tersangka Zaenal Arifin bin Mukhlis dikejar oleh korban sampai di sebelah toko roti purimas yang beralamat di Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan kemudian korban berusaha mengehentikannya dengan cara menendang tersangka tersebut agar terjatuh namun tidak berhasil. Akhirnya tersangka tersebut berbelok ke arah gang dan masuk setelah itu sepeda motor dijatuhkan oleh tersangka dan ditinggal lari.
Kemudian korban mengejar pelaku tersebut dan sempat kehilangan jejak, namun tetap berusaha dikejar. Ternyata tersangka tersebut berada di semak-semak, selanjutnya korban dibantu warga sekitar mengamankan pelaku dan membawa pelaku serta barang buktinya ke Polsek Kedungwuni Polres Pekalongan.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pekalongan Feni Nilasari, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Tony Aji Kurniawan, S.H. serta Jaksa Fasilitator Triyo Jatmiko, S.H., M.H., dan Broto Susilo, S.H.,M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pekalongan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Ponco Hartanto, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 9 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
1. Tersangka Moh. Farid alias Farid dari Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Moutong, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka Uce alias Acang dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Ahmad Khanapi bin Waud dari Kejaksaan Negeri Brebes, yang disangka melanggar Primair: Pasal 311 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Subsidair: Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
4. Tersangka Bungarantamba Panungkunan Hutasohit dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
5. Tersangka Dian Pradita alias Dian bin Suryadi dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Permata Sari alias Sari binti Muhammad Toto dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Tamara Adelia alias Tamara binti (Alm) Muchklis dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Manto dari Kejaksaan Negeri Dompu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
9. Tersangka Siti Masitoh binti Safei dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (Mari hot)
KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM