Derap Kalimantan. Com | Kutim, Kongbeng | Rabu, 15 Januari 2025
Hingga pertengahan Januari 2025, proyek perbaikan saluran drainase di Kecamatan Kongbeng, Kutai Timur, masih menyisakan pekerjaan yang belum tuntas. Padahal, proyek ini didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024. Beberapa titik pengerjaan di Kongbeng dan Wahau tampak belum selesai, meski tahun telah berganti.
Pantauan di lapangan menunjukkan aktivitas pengerjaan masih berlangsung. Beberapa pekerja yang ditemui mengaku hanya meneruskan pekerjaan yang ditinggalkan oleh kontraktor sebelumnya. “Kontraktor lama kabur, jadi kami hanya melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai,” ungkap salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya.
Ketika dimintai keterangan, Zaman Nuaru, kontraktor yang kini menangani proyek tersebut, mengungkapkan bahwa ia membeli proyek yang gagal dikerjakan oleh kontraktor sebelumnya. Namun, saat ditanya siapa kontraktor sebelumnya, Zaman enggan memberikan informasi. Pernyataan ini memunculkan keheranan dan pertanyaan di kalangan awak media terkait mekanisme proyek yang bisa diperjualbelikan.
Kondisi ini mengindikasikan tata kelola proyek di Kutai Timur dinilai jauh dari profesional. Pemasangan papan informasi proyek, yang seharusnya menjadi kewajiban untuk mendukung transparansi, justru banyak diabaikan. Hal ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012, yang mewajibkan setiap proyek yang didanai oleh negara memasang papan nama berisi informasi penting, seperti jenis kegiatan, nomor kontrak, nilai anggaran, serta durasi pengerjaan.
Di Jalan Marga Mulya, Kecamatan Kongbeng, media menemukan tukang yang masih melakukan pengadukan semen secara manual menggunakan gerobak dorong. Metode ini dinilai tidak profesional dan berpotensi menghasilkan kualitas pengerjaan yang buruk.
Melihat kondisi ini, masyarakat dan media mendesak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kutai Timur untuk mengambil tindakan tegas. Kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau bekerja tidak profesional diharapkan dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist) agar tidak diberi kesempatan menangani proyek berikutnya.
Proyek drainase yang seharusnya memberi manfaat besar bagi masyarakat justru menjadi sorotan akibat buruknya manajemen dan pelaksanaan di lapangan. Diharapkan, ke depan, pengawasan proyek dapat diperketat dan akuntabilitas kontraktor ditingkatkan.
Laporan: Marihot