Tanjung Redeb, DerapKalimantan.com – Gimbal, salah satu tokoh masyarakat di Kabupaten Berau, menyuarakan kekecewaannya terhadap PT Berau Coal terkait ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan penyelesaian ganti rugi lahan masyarakat. “Ia menilai perusahaan tambang batu bara itu belum sepenuhnya melaksanakan kewajibannya, termasuk reklamasi bekas tambang.” ungkap Gimbal kepada media.
Gimbal menyoroti bahwa hingga kini masyarakat di wilayah terdampak, khususnya di Ring 1, Ring 2, dan Ring 3, tidak mendapatkan kejelasan jumlah sebenarnya, mengenai alokasi dana CSR yang tidak diketahui nilainya, yang seharusnya dapat memberikan manfaat bagi mereka. Hal ini, menurutnya, menimbulkan ketidakpercayaan dan berpotensi memicu aksi protes dari warga jika tidak segera diselesaikan.
“Sampai sekarang, tidak jelas siapa penerima manfaat dana CSR ini. PT Berau Coal seharusnya transparan kepada publik agar masyarakat tahu ke mana aliran dana tersebut,” tegas Gimbal, Sabtu (8/2/2025).
Selain itu, ia juga menyoroti masih banyaknya lubang bekas tambang yang belum direklamasi serta belum tuntasnya masalah pembebasan lahan masyarakat yang terkena dampak operasi tambang. Padahal, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1924 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat seharusnya menjadi acuan bagi perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Desak Pemerintah Tunda Perpanjangan Izin
Gimbal mendesak agar pemerintah tidak memperpanjang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Berau Coal yang akan berakhir pada 22 April 2025. Ia menegaskan, sebelum izin diperpanjang, perusahaan harus menyelesaikan seluruh kewajibannya, termasuk reklamasi lahan bekas tambang dan pembayaran ganti rugi lahan masyarakat.
“Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Kalau tidak ada tindakan tegas, masyarakat bisa saja melakukan aksi di lapangan,” ujarnya memperingatkan.
Pernyataan Gimbal ini sejalan dengan kritik yang disampaikan anggota DPR RI Komisi VII, Syafruddin. Dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia baru-baru ini, ia meminta pemerintah menunda perpanjangan izin PT Berau Coal hingga perusahaan menyelesaikan kewajibannya terkait reklamasi dan sengketa lahan.
“Saya meminta kepada Menteri ESDM untuk menahan dulu IUP PT Berau Coal, karena perusahaan ini belum memenuhi kewajibannya, baik dalam reklamasi lubang tambang maupun penyelesaian sengketa lahan,” tegas Syafruddin.
Gimbal berharap pemerintah bersikap tegas agar perusahaan tidak hanya mengambil keuntungan dari sumber daya alam Berau, tetapi juga bertanggung jawab atas dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.
“Perusahaan tambang harus menunaikan kewajibannya dalam reklamasi lahan bekas tambang. Ini adalah tanggung jawab yang harus dipenuhi demi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar,” pungkasnya.
Laporan: Marihot