Kabupaten Berau | DerapKalimantan.com – PT Berau Coal, salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia dengan produksi batubara mencapai puluhan juta ton per tahun, kini menjadi sorotan publik. Transparansi dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) dipertanyakan, terutama terkait manfaatnya bagi masyarakat di wilayah lingkar tambang.(10/2).
Sejumlah warga di ring 1, ring 2, dan ring 3—yang terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan menyuarakan keprihatinan mereka. Mereka menilai bahwa alokasi dan realisasi dana CSR tidak sepenuhnya dirasakan oleh komunitas yang paling membutuhkan.
Tokoh masyarakat Berau, Gimbal, menegaskan bahwa PT Berau Coal seharusnya lebih transparan dalam menyalurkan dana CSR, sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1924 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan PPM.
“Dana CSR PT Berau Coal diperkirakan lebih dari Rp1.000 per ton produksi. Namun, masyarakat tidak pernah tahu berapa total produksi perusahaan ini setiap tahunnya. Kami menuntut transparansi dalam pengelolaan dana CSR agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat lingkar tambang,” ujar Gimbal.
Ia menambahkan bahwa masyarakat di ring 1 wilayah paling terdampak, seharusnya mendapatkan prioritas dalam realisasi program CSR. Sebab, selain menanggung dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas tambang, mereka juga mengalami perubahan signifikan dalam aspek ekonomi dan kesejahteraan.
Tuntutan Transparansi dan Implementasi CSR yang Tepat Sasaran
Gimbal menegaskan bahwa PT Berau Coal harus memastikan dana CSR benar-benar dialokasikan untuk kepentingan masyarakat terdampak, bukan dialihkan ke pihak lain yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas pertambangan.
Ia juga mengingatkan bahwa pembiayaan program PPM tahunan harus bersumber dari biaya operasional perusahaan yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Pengelolaan dana ini juga harus dilakukan langsung oleh badan usaha pertambangan, tanpa ada tumpang tindih dengan anggaran pemerintah seperti APBN atau APBD.
Lalu, berapa sebenarnya total dana CSR yang telah disalurkan PT Berau Coal untuk masyarakat lingkar tambang dari hasil produksi selama setahun?i
Gimbal menilai bahwa prioritas utama dana CSR seharusnya mencakup beberapa sektor penting, di antaranya:
Pendidikan: Beasiswa, pelatihan keterampilan, bantuan tenaga pendidik, serta pengembangan sarana dan prasarana pendidikan.
Kesehatan: Fasilitas dan layanan kesehatan bagi masyarakat sekitar tambang, penyediaan tenaga medis, serta peningkatan infrastruktur kesehatan.
Ekonomi dan Ketenagakerjaan: Pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui sektor perdagangan, pertanian, peternakan, perikanan, serta dukungan kewirausahaan.
Kemandirian Ekonomi: Pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) bagi warga lokal agar tidak hanya bergantung pada sektor tambang.
Sosial dan Budaya: Bantuan pembangunan rumah ibadah, dukungan bagi korban bencana alam, serta pelestarian budaya dan kearifan lokal.
Lingkungan dan Keberlanjutan:
Program rehabilitasi lingkungan, penanganan limbah tambang, serta inisiatif penghijauan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan Infrastruktur: Peningkatan akses jalan, penyediaan fasilitas air bersih, serta pembangunan sarana umum bagi masyarakat terdampak langsung.
Tanggung Jawab Perusahaan Sebelum Perpanjangan Kontrak
Menjelang perpanjangan kontraknya, PT Berau Coal didesak untuk menyelesaikan kewajibannya terhadap masyarakat lingkar tambang dengan lebih transparan dan akuntabel.
“Jangan sampai dana CSR hanya menjadi formalitas tanpa manfaat nyata bagi warga terdampak. Perusahaan wajib bertanggung jawab atas dampak operasionalnya dan memastikan kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang,” pungkas Gimbal.
Laporan: Tim DK