Jakarta – Isu tarif ojek online (ojol) yang dinilai tidak manusiawi terus menjadi sorotan. Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH, menyampaikan dukungannya agar pemerintah, khususnya Presiden RI Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto dan DPR/MPR, segera meninjau ulang kebijakan tarif ojol demi kesejahteraan para pengemudi.
Sejak 2020 hingga 2025, tarif yang diterapkan oleh operator ojol dinilai merugikan driver. Contohnya, untuk perjalanan sejauh 3 km, pelanggan dikenakan biaya Rp 20.000, tetapi pengemudi hanya menerima Rp 10.600 setelah pemotongan oleh operator. Padahal, pada 2017, pendapatan driver untuk jarak yang sama masih mencapai Rp 28.000.
Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 348 Tahun 2019 telah mengatur batas tarif ojol berdasarkan tiga zona wilayah:
Zona I (Sumatra, Bali, dan Jawa kecuali Jabodetabek):
Tarif minimum: Rp 2.000/km
Tarif maksimum: Rp 2.500/km
Tarif 4 km pertama: Rp 8.000 – Rp 10.000
Zona II (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi):
Tarif minimum: Rp 2.550/km
Tarif maksimum: Rp 2.800/km
Tarif 4 km pertama: Rp 10.200 – Rp 11.200
Zona III (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua):
Tarif minimum: Rp 2.300/km
Tarif maksimum: Rp 2.750/km
Tarif 4 km pertama: Rp 9.200 – Rp 11.000
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tarif yang diterima driver masih jauh dari layak. Untuk perjalanan 20 km, pelanggan membayar Rp 75.000 kepada operator, tetapi driver hanya mendapatkan Rp 54.000. Bahkan, sering kali driver tidak mendapatkan penumpang saat perjalanan pulang, sehingga biaya operasional seperti BBM menjadi beban yang semakin besar.
Dalam sehari, rata-rata driver hanya memperoleh 2 hingga 3 order, dengan pendapatan bersih berkisar Rp 30.000 hingga Rp 100.000. Padahal, biaya perawatan kendaraan, termasuk ban, rem, oli, dan BBM, mencapai sekitar Rp 30.000 per hari. Dengan kondisi ini, banyak driver yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH menegaskan bahwa pendapatan driver ojol saat ini jauh dari standar yang layak. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk menetapkan tarif minimal Rp 10.000 per km agar lebih sesuai dengan kenaikan biaya hidup dan harga BBM yang telah naik berkali-kali.
“Kami berharap Presiden RI dan DPR/MPR segera mengkaji ulang kebijakan tarif ojol agar lebih manusiawi. Jika bukan kepada Presiden, lalu kepada siapa lagi para driver ojol berharap?” pungkasnya.
Narasumber:
PROF DR KH SUTAN NASOMAL SH,MH