Berau, Kalimantan Timur — Aktivitas galian batuan di area Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Malindo Mas Perkebunan, anak perusahaan konglomerasi agribisnis KLK Group, kini menjadi sorotan tajam publik. Di tengah hamparan kebun kelapa sawit di Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, alat berat tampak bekerja menggali dan memecah batu di lokasi yang dikenal warga sebagai Kuari MR 8 CR.59.

Kegiatan itu menimbulkan tanda tanya besar. Apakah perusahaan perkebunan diperbolehkan menambang batu di lahan HGU tanpa izin pertambangan?
Hingga Warga Pertanyakan Legalitas
Pantauan lapangan menunjukkan sejumlah ekskavator dan truk pengangkut batu hilir-mudik di area kebun yang diduga telah lama berlangsung. Material hasil galian disebut-sebut dialirkan ke perusahaan lain dalam satu grup usaha KLK Group. Sejumlah warga menduga aktivitas itu bukan sekadar perataan lahan, melainkan kegiatan tambang batu komersial yang tidak berizin, hingga menimbulkan kerugian negara karena tidak membayar pajak galian ke negara.
Warga, “Kami khawatir lingkungan kami rusak. Akan banyak kubangan hingga ancaman banjir bandang dimasa yang akan datang, karena aktivitas di lokasi itu,” kata seorang warga Segah yang meminta namanya tidak disebutkan.
Saat diadakan pertemuan, Perusahaan Mengaku Hanya Meratakan Lahan
Pihak PT Malindo Mas membantah tudingan tersebut. Joko, Manajer HRD perusahaan, menyebut kegiatan itu hanya perataan lahan bergelombang dalam area perkebunan, bukan tambang komersial.
“Kami tidak menjual hasilnya. Hanya meratakan lahan di wilayah HGU kami,” ujarnya saat ditemui pekan lalu.
Namun, ia juga mengakui bahwa perusahaan belum memiliki izin galian batuan (IUP Batuan). Menurutnya, karena hasilnya tidak dijual, maka menurutnya kegiatan itu “tidak termasuk kategori tambang” sebagaimana diatur dalam regulasi internal KLK Group.
Sorotan Regulasi: Tambang di Lahan HGU Tak Dibenarkan
Ahli hukum pertambangan menilai alasan tersebut tidak berdasar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), setiap bentuk penggalian atau pemanfaatan material batuan wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), tanpa kecuali.
Pasal 158 UU Minerba menegaskan:
“Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Selain itu, dari sisi agraria, Hak Guna Usaha (HGU) hanya diperuntukkan bagi kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Aktivitas pertambangan di lahan HGU hanya dapat dilakukan jika status lahan telah dilepaskan atau diubah peruntukannya serta perusahaan memiliki izin resmi dari Dinas ESDM.
Dengan demikian, kegiatan penggalian batu di wilayah HGU PT Malindo Mas dapat dikategorikan sebagai pertambangan tanpa izin — sebuah pelanggaran serius terhadap UU Minerba dan UUPA.
Dugaan Komersialisasi dan Pelanggaran Pajak
Dari hasil penelusuran, material batu yang digali disebut-sebut disalurkan ke PT Hutan Hijau Mas, entitas berbeda dalam grup yang sama. Jika benar demikian, maka hal itu menguatkan dugaan bahwa hasil tambang tersebut dikomersialkan tanpa izin resmi.
Selain tidak memiliki izin tambang, belum ditemukan indikasi adanya pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau PPh galian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019.
“Ini jelas termasuk pertambangan ilegal. Ada potensi kerugian negara dari sisi pajak dan kerusakan lingkungan,” kata Eddy pengamat hukum lingkungan di Berau.
Dampak Lingkungan Mulai Terlihat
Warga melaporkan munculnya kubangan besar dan kerusakan tanah di sekitar lokasi galian. Pada musim hujan, air dari bekas tambang mengalir ke berbagai tempat yang rendah.
“Warga takut aktivitas yang ada akan berdampak pada warga, Pemerintah harus menindak ini sebelum kerusakan makin parah,” ujar warga lainnya.
Desakan Penegakan Hukum
Masyarakat bersama kelompok pemerhati lingkungan mendesak Dinas ESDM Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Berau, serta aparat penegak hukum untuk turun tangan menyelidiki aktivitas tersebut.
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan lintas sektor antara perkebunan dan pertambangan, terutama pada lahan HGU yang digunakan di luar peruntukannya.
“Tidak boleh ada alasan apapun. Sepanjang batu digali dan dimanfaatkan, itu sudah termasuk kegiatan tambang dan wajib berizin,” tegas Eddy.
Kasus tambang batu di lahan HGU PT Malindo Mas menjadi cerminan tumpang tindih regulasi dan lemahnya pengawasan sektor sumber daya alam. Publik kini menunggu langkah tegas pemerintah untuk menertibkan praktik tambang ilegal di balik label “perataan lahan”.
Jika dibiarkan, praktik serupa berpotensi meluas dan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan lahan perkebunan di Kalimantan Timur.***
Tim DK.















